HukumKajian Hukum

Otto Hasibuan: PN Jakpus Tidak Terima Gugatan Ijazah Palsu Jokowi. Damai Hari Lubis : Pernyataan Otto Obscur Tidak Berkepastian Hukum Mirip Asal Bapak Senang

Otto Hasibuan: PN Jakpus Tidak Terima Gugatan Ijazah Palsu Jokowi. Damai Hari Lubis : Pernyataan Otto Obscur Tidak Berkepastian Hukum Mirip Asal Bapak Senang

 

Jakarta , 26 April 2024

 

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) disebut telah menolak gugatan dari Eggi Sudjana Cs terkait penggunaan ijazah palsu oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Pengacara Jokowi, Otto Hasibuan menyebut perkara yang teregister dengan nomor 610/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Pst itu diputuskan ditolak Majelis Hakim PN Jakpus, pada Kamis (25/4) hari ini.

“Gugatan tersebut oleh PN Jakpus hari ini dinyatakan telah tidak diterima. Eksepsi kami dikabulkan, eksepsi absolut dan gugatan itu tidak diterima,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, sebagaimana dilansir dari cnn .

Otto mengatakan dengan adanya putusan tersebut, maka seluruh tuduhan yang dilayangkan oleh Eggi Sudjana Cs terkait ijazah palsu telah terbukti tidak benar.

Oleh karenanya ia berharap tidak ada lagi pihak-pihak yang masih meragukan keaslian ijazah dari Presiden Jokowi. Terlebih Otto menyebut selama ini tidak ada satupun alat bukti otentik yang disampaikan Eggy Cs terkait ijazah palsu.

“Hal itu (ijazah palsu) adalah tidak benar dan akhirnya PN Jakpus telah juga menyatakan tidak menerima gugatan yang diajukan oleh beberapa orang yang diwakili oleh Eggi Sudjana dan gugatannya itu dinyatakan tidak dapat diterima,” katanya.

“Terus terang saja, mengenai ini kita harus jelaskan. Hal ini memang tidak boleh kita biarkan sebagai negara hukum,” jelasnya.

Lebih lanjut, Otto memastikan Presiden Jokowi tidak akan mengambil langkah hukum apapun terhadap pihak-pihak yang mengajukan gugatan di PN Jakpus.

“Dia (Jokowi) sudah berikan kesempatan seluas-luasnya. Kalau anda enggak yakin digugat ke pengadilan, di pengadilan mereka ternyata tidak berhasil juga,” ujarnya.

Di sisi lain, Otto juga menyebut gugatan terkait tuduhan dinasti politik kepada Jokowi dan keluarga juga telah ditolak oleh PTUN. Oleh sebab itu, ia menyebut tudingan dinasti politik oleh Jokowi tidaklah berdasar.

“Putusan ini sudah dilakukan dibuatkan oleh PTUN beberapa waktu lalu dan gugatan tersebut dinyatakan tidak diterima. Jadi itu membuktikan bahwa persoalan dinasti politik itu sebenarnya tidak pernah terbukti di PTUN,” jelasnya.

Otto lantas mengimbau seluruh pihak terkait untuk bisa menghormati putusan hukum yang telah ditetapkan. Ia juga berharap tidak ada tudingan serupa di masa yang akan datang.

Adapun gugatan terkait dinasti politik oleh Presiden Jokowi dan keluarganya dilayangkan oleh Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) di PTUN dengan nomor 11/G/TF/2024/PTUN.JKT.

“Saya imbau, semua pihak untuk bisa menghormati hukum, dan jangan lagi ada orang-orang yang menuduh adanya dinasti politik,” pungkasnya

 

Terkait apa yang disampaikan Otto Hasibuan tersebut , Damai Hari Lubis selaku Koordinator TPUA/ Tim Pembela Ulama & Aktivis Gugatan Ijasah Jokowi Palsu ,memberikan tanggapan.

 

Damai Hari Lubis : Pastinya pernyataan hukum Otto Hasibuan ini, obscuri libeli, atau kabur (tidak jelas) secara hukum.

Terkait pernyataan Otto Hasibuan “Hal itu (ijazah palsu) adalah tidak benar dan akhirnya PN Jakpus telah juga menyatakan tidak menerima gugatan yang diajukan oleh beberapa orang yang diwakili oleh Eggi Sudjana dan gugatannya itu dinyatakan tidak dapat diterima,,” . Pastinya pernyataan hukum Otto Hasibuan ini, obscuri libeli, atau kabur (tidak jelas) secara hukum, untuk publik, sehingga perlu ditanggapi serta diluruskan, agar publik tidak blunder pemahaman makna hukum, kata Damai Hari Lubis selaku Koordinator TPUA/ Tim Pembela Ulama & Aktivis Gugatan Ijasah Jokowi Palsu kepada redaksi persuasi.id pada hari ini Jum’at (24/4/2024)

Damai menuturkan,Bahwa, putusan ditolak itu beda dengan dikalahkan, karena PUTUSAN SELA hanya terkait hukum acara, belum menyentuh materi atau pokok perkara in casu:

Sehingga secara hukum ada dua/ 2 langkah upaya perlawanan hukum akibat putusan sela dimaksud, yakni:

1. Mengajukan gugatan kembali, sesuai petunjuk hukum yang ada dalam putusan sela, jika dinyatakan dalam putusan sela adalah terkait kompetensi absolut, lalu disepakati oleh pihak penggugat, maka penggugat dapat mengajukan gugatan kembali kembali ke Badan Peradilan lain, sesuai petunjuk atau rujukan sesuai isi putusan, Begitu pun andai, Putusan Sela menyentuh kompetensi relatif, maka Penggugat dapat kembali mengajukan gugatan ke Badan Peradilan (negeri) yang sama, namun bergeser ke pengadilan wilayah Kota/ Kabupaten pada sebuah propinsi. Lalu jika putusan penolakan gugatan yang terdapat dalam putusan mengenai pihak-pihak, maka penggugat tetap dapat mengajukan kembali gugatan ke badan peradilan yang sama dengan merubah para pihak tergugat maupun penggugat dan atau merubah jumlah para pihak penggugat dan atau Tergugat, serta terkait durasi/ waktu kapan diajukan hak kewenangan menggugat dalam hal keperdataan, adalah tanpa batas waktu.

2. Penggugat dapat menolak Putusan Sela dengan mengajukan banding. Dalam 14 hari kerja. Dan kelak putusannya pada tingkat banding dapat saja, dikuatkannya putusan sela atau banding dikabulkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta. Sehingga jika dikabulkan perkara dikembalikan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat/ PNJP, lalu PNJP diperintahkan untuk, melanjutkan proses persidangan kepada tahapan agenda materi pokok perkara. Jawaban, replik, duplik, pembuktian dan saksi-saksi.

Maka, tentunya perlu penjelasan oleh kami selaku atas nama kuasa hukum Penggugat, melalui hak tanggapan hukum ini, bahwa kami sedang menungggu putusan sela yang belum kami terima dari Majelis Hakim perkara a quo in casu dengan register nomor 610/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Pst sehingga kami belum membaca dan bum dapat menyepakati, apakah akan melakukan upaya banding atau mendaftarkan kembali perkara a quo in casu, perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh presiden atau penguasa (onrechtmatige overheidsdaad/ OOD), sesuai isi atau petunjuk putusan, dan saat ini masa untuk banding masih bersisa 12 hari kerja atau sampai Tanggal 14 Mei 2024 jika terhitung dari Putusan Sela pada 25 April 2024, atau 14 hari terhitung sejak Penggugat/ kami mengetahui atau menerima surat putusan.

 

Dirinya melanjutkan, Tentunya terkait Putusan Sela, memiliki makna hukum justru sebagai petunjuk bagi Kami selaku pihak penggugat, bukan bermakna hukum kepastian atau mengikat/inkracht terhadap materi putusan yang menjadi pokok perkara, atau belum menjadi putusan yang mengikat bagi kebenaran formil terhadap substansial pada pokok perkara ijasah palsu Jokowi, artinya putusan sela bukan tentang palsu atau tidaknya ijasah Jokowi. Atau dengan kata lain, pencaharian kebenaran formil pada inti gugatan belum game over atau belum finish. Harap Otto tenang-tenang saja. Karena Jokowi adalah bukan presiden-nya individu Otto, namun presiden seluruh rakyat Indonesia, sehingga sebagai sesama WNI. Otto harus menyikapi hakekat gugatan ini dengan nice dan wise. Jangan mirip “asal bapak senang”.
Dan pastinya, belum dapat dibuktikan kebenaran materil (kebenaran sesungguhnya kebenaran tentang sejatinya, apakah Jokowi pengguna ijasah asli S.1 deri UGM atau tidak, karena perkara ini bukan ( belum) domain perkara pidana. Sehingga, hikmahnya bagi kami, bahwa putusan SELA justru hikmahnya memiliki makna hukum, “ijasah asli bakal mantan Presiden Jokowi” yang menjadi dasar pokok perkara adalah belum berkepastian hukum.Walau andai kami atas nama Penggugat maupun para prinsipal atau individu prinsipal sekalipun tidak melakukan upaya banding.

 

Maka Otto dan publik yang pro-kontra tentang kebenaran formil dan atau kebenaran materil, terkait ijasah S.1 Jokowi, kami sampaikan, bahwasanya penegakan hukum di tanah air secara umum, belum lah kiamat permanen, karena realitas politik dalam praktiknya, tidak dapat terpisahkan dari faktor penegak (behavior) dalam melakukan penegakan hukum (rules) ,kata pria yang biasa disapa “DHL” tersebut.

Bahwa, lebih lanjut perlu kami sampaikan secara tegas, terlepas dari adanya kontroversial, yang jelas di dalam Pasal 10 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, bahwa Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas atau obscuri libeli, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Maka atas dasar norma-norma ketentuan yang ada, hemat kami selaku KOORDINATOR TPUA/ koordinator Kuasa Hukum, inilah yang menyebabkan sering juga banding terhadap eksepsi dengan hasil putaran sela, dikabulkan oleh mahkamah yang lebih tinggi Judeks faktie/ PT dan atau Judeks Juris/ MA. Karena pada prinsipnya Judeks fakta Pengadilan Tingkat Pertama/ Pengadilan Negeri tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya, ungkapnya.

 

Dan khusus putusan sela terkait kompetensi absolut maka banding tidak diperkenankan. Hal ini berkesesuaian dengan bunyi Pasal 136 HIR, putusan penolakan eksepsi terhadap kompetensi adalah putusan sela yang tidak dapat dibanding tersendiri, tetapi harus diputuskan bersama-sama dengan pokok perkara. Dengan demikian, terhadap dapat-tidaknya putusan sela atau putusan akibat eksepsi diajukan banding, baik bersama-sama, atau sendiri-sendiri atau terpisah dari pokok perkara, merupakan hal yang kontroversial, atau terserah apakah mau digunakan. Namun keputusan tetap ditangan hakim, tegasnya.

Nah, terkait apakah bunyi putusan sela terhadap perkara gugatan kami/ TPUA yang teregister dengan Nomor 610/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Pst ini adalah kompetensi absolut ? Jelasnya Kami belum tahu isi putusannya, karena saat putusan sela online dibacakan, kami atas nama Penggugat dan atau prinsipal tidak hadir, karena beberapa hari sebelumnya, kami telah menyampaikan surat nota protes kepada Ketua Mahkamah Agung RI dan Komisi Judicial, perihal, ” tentang keberatan putusan dibacakan secara online oleh majelis hakim PN.JP. dan kami berharap persidangan off line sesuai Jo.185 HIR/ 196 RBG, sehingga kami pun tidak berkenan menghadiri sidang online, menjadikan kami belum mendapat kejelasan sampai saat ini, setidak-tidaknya kami belum membaca isi Putusan Sela a quo in casu. Tentunya kami mendapat informasi yang bersumber dari Otto Hasibuan, melalui media online dan atau video youtube, yang bagi kami sumber yang datang dari Seorang Otto Hasibuan TIDAK LAYAK UNTUK KAMI PERCAYA. , pungkasnya.

Maka, oleh sebab itu, sebagai kesimpulan, bahwa ” kami belum sempat diskusikan dan belum berkoordinasi antara sesama anggota TPUA, maupun antara tim bersama para penggugat prinsipal. Sehingga kami tim hukum TPUA belum dapat memastikan apakah terhadap Putusan Sela perkara Nomor 610/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Pst akan kami ajukan banding atau justru mendaftarkan kembali perihal Gugatan Ijazah Palsu dalam kategori perbuatan melawan hukum oleh penguasa/ OOD. Dan apakah tetap dengan susunan prinsipal penggugat yang sama dan atau susunan pengacara yang berbeda atau kurang atau malah bertambah ? Selanjutnya, selain serta selebihnya, kami juga sangsi apakah Otto selaku kuasa hukum Jokowi, pernah melihat ijasah asli Jokowi ?, kata Damai.

Dan oleh karenanya, terkait materi gugatan pokok terkait ijasah Jokowi yang sebenarnya, semua masih merupakan misteri, masih teka-teki atau ghoib, yang seharusnya berkepastian, jika saja Jokowi mau patuhi hukum merujuk UU. Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Mudah-mudahan hak tanggapan kuasa hukum dari para penggugat Jokowi ijasah palsu, dapat dijadikan landasan pencerahan bagi publik secara umum serta bermanfaat, tutup Damai Hari Lubis.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button