Juju Purwantoro : Pengunduran Firli Bahuri Sebagai Ketua KPK Upaya Berkelit Dari Sanksi Pidana
Juju Purwantoro : Pengunduran Firli Bahuri Sebagai Ketua KPK Upaya Berkelit Dari Sanksi Pidana
Juju Purwantoro : Pengunduran Firli Bahuri Sebagai Ketua KPK Upaya Berkelit Dari Sanksi Pidana
Jakarta, 25 Desember 2023
Firli Bahuri mengaku telah menyampaikan surat permohonan pengunduran diri dari jabatannya di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak Senin, 18 Desember lalu.
“Saya katakan saya menyatakan berhenti dari Ketua KPK dan tidak melanjutkan masa perpanjangan. Suratnya tertanggal 18 Desember 2023, sudah disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara,” ujar Firli di Kantor Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Jakarta Selatan, Kamis (21/12/2023).
Pengunduran diri Firli tersebut dilakukan saat dirinya sedang menghadapi proses sidang etik di Dewas KPK bersamaan dengan perkara hukum di Polda Metro Jaya mendapatkan tanggapan dari berbagai pihak, diantaranya Juju Purwantoro yang merupakan Tim Hukum Nasional AMIN.
Pernyataan pengunduran diri dari Firli Bahuri pada 18/12/2023 sebagai Ketua KPK non aktif, ternyata belum memiliki makna dalam arti legal formal. Alasannya secara birokratis dan administratif belum diproses dan ditanda tangani Presiden Joko Widodo (Jokowi), kata Juju kepada redaksi persuasi.id pada hari ini Senin (25/12/2023).
Namun, Kementerian Sekretariat Negara (Sekneg) belum bisa memproses surat Keppres tersebut, dengan alasan Firli menyatakan berhenti bukan mengundurkan diri dari KPK. Alasan dari Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana menyatakan bahwa istilah ‘berhenti’ mengenai pimpinan KPK tidak tertera dalam Pasal 32 UU KPK, terlalu mengada-ada, ungkap Juju.
Dia melanjutkan, Patut diduga Firli juga berusaha menghindari sidang
Etik Dewan Pengawas (Dewas) KPK, yang putusannya akan dibacakan pada Rabu, 27 Desember 2023. Status tersangka Firli sejak 22/11/23, sudah diperiksa 2 kali, secara normatif haruslah segera ditahan Polda Metro Jaya. Faktanya Firli sampai kini masih bebas, sehingga terkesan kebal hukum, dan ada diskriminasi hukum.
Firli diancam pidana dalam Pasal 12 e dan atau Pasal 12B dan atau Pasal 11 UU Tipikor, Juncto Pasal 65 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman ‘penjara seumur hidup’. Oleh karena ancaman sanksi hukumannya diatas 5 tahun, Firli secara normatif sudah bisa segera ditangkap dan ditahan. Aparat hukum dalam penegakkan hukum (law enforcement), semestinya tidak diskriminatif. Lain halnya jika status tersangka menyasar pihak oposisi, seringkali tanpa terkecuali walaupun kepada ulama ataupun aktifis muslim, maka biasanya langsung saja ditahan dengan alasan normatif ancaman hukumannya 5 tahun atau lebih, tutur Juju.
Sebagai subyek hukum (mantan pejabat) ketua KPK, Firli juga seharusnya bisa dikenakan ancaman sanksi pemberatan hukum, sesuai Pasal 52 KUHP yang rumusan :
“Bilamana seorang pejabat karena melakukan tindak pidana melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya, atau pada waktu melakukan tindak pidana memakai kekuasaan, kesempatan dan sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya ditambah sepertiga”, katanya.
Dasar pemberat pidana tersebut antara lain ; melanggar suatu kewajiban khusus, kekuasaan, kesempatan dan sarana karena jabatannya,pungkas dia.