Opini

“IBU PERTIWI SEDANG HAMIL TUA”

"IBU PERTIWI SEDANG HAMIL TUA"

“IBU PERTIWI SEDANG HAMIL TUA”

 

Oleh : Dr KRMT Roy Suryo, M.Kes *)

 

Jakarta 1 Februari 2024

Ketika Alm. H. Rosihan Anwar (10/05/1922 – 14/04/2011), seorang Sejarawan, Sastrawan, Budayawan & CalonAnggota Konstituante (mewakili Partai Sosialis Indonesia) menulis buku “Sebelum Prahara Pergolakan Politik Indonesia 1961-1965” yang diterbitkan Penerbit Sinar Harapan tahun 1980, banyak masyarakat yg terus terang belum benar-benar bisa memahami apa yang dirasakan oleh Beliau dan Rakyat Indonesia saat itu, karena saat peristiwa aslinya terjadi menjelang G-30S/PKI tahun 1965 memang banyak generasi sekarang yang belum lahir, utamanya adalah Millenial apalagi Gen-Z. Namun apakah bisa alasan “belum lahir” ini digunakan sebagai apologi seseorang utk abai terhadap peristiwa yang sekarang terjadi ?

Tentu jawabannya adalah TIDAK (bahkan saya tulis dengan Huruf Besar / Kapital) karena urusan kedepan Bangsa ini bukan hanya milik segelintir orang, apalagi hanya oleh satu keluarga saja. Jadi memang tulisan kemarin (“Rencana Mundurnya Prof Mahfud MD ditinjau dari sisi Manajemen OCB”) sekarang sudah benar-benar terlaksana, artinya Beliau secara Ksatria sudah mengundurkan diri dengan mengedepankan Hati dan Etika, alias bukan hanya letterlijk Aturan Hukum, apalagi aturan yang memang sengaja diubah / dibuat untuk meloloskan hal-hal tertentu, misalnya yang belum cukup umur tetapi dipaksakan kemarin dan sebagainya

Jadi kalimat “Ibu Pertiwi sedang Hamil Tua” yang disitir oleh Alm Rosihan Anwar tersebut sebenarnya berlayar belakang tahun 1965, dimana saat itu Anwar Sanusi (dari Partai yg sekarang terlarang, PKl) dalam sambutannya pada penutupan Latihan Sukwan Bantuan Tempur BNI yang awalnya memang mengatakan “Kita sekarang berada dalam situasi di mana Ibu Pertiwi sedang dalam keadaan hamil tua. Sang Paraji, Sang Bidan sudah siap dengan segala alat yang diperlukan untuk menyelamatkan kelahiran Sang Bayi yang lama dinanti-­nanti. Sang Bayi yang akan lahir dari kandungan Ibu Pertiwi itu adalah suatu kekuasaan politik yang sudah ditentukan dalam Manipol yaitu kekuasaan gotong-royong yang berporoskan Nasakom bersoko-guru buruh dan tani.”

Saat ini kondisi sosial-politik Indonesia memang belum bisa disamakan dgn situasi saat itu, bahkan dimiripkan dengan kondisi hari-hari terakhir Orde Baru (Mei 1998) saja masih belum, namun embrio-embrionya sudah mulai terasa dilingkungan kampus-kampus. Mulai dari UGM dan UII di Jogja, kemudian UI di Jakarta, rencana selanjutnya dikampung-kampus lain seluruh Indonesia bahkan bukan tidak mungkin Rakyat selaku The Silent Majority akan ikut bergerak bilamana memang kontraksi (bak bayi yang akan lahir) ini sudah terasa sampai ke pelosok negeri. Bagaimanapun juga Gerakan Moral di Indonesia sudah terbukti ampuh utk menurunkan Rezim yang dirasa mulai melenceng oleh masyarakat dan hal tsb tidak akan bisa dibendung karena “wis wayah-e” (Jw) yang artinya sudah waktunya.

Kalau kemarin saya menulis OCB (Organizational Citizenship Behavior bisa jadi solusi negara ini (baca: Presiden dgn Kabinetnya) utk menyambut “kelahiran bayi” tsb akibat dimungkinkannya terjadi “Tsunami Politik” gegara bisa jadi tidak hanya satu menteri yg mundur (dalam hal ini hanya Prof Mahfud MD saja) namun diikuti oleh menteri-menteri yg lain sebagaiman “bocor alus” versi beberapa media dari Kabinet sekarang ini. Namun bukan berarti dengan OCB situasi tsb bisa 100% diantisipasi, karena kalau memang sudah Sunatullah, maka apa yang memang digariskan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa Allah SWT, Insya Allah pasti terjadi. Hanya saja minimal kondisi bisa sedikit diminimalisir agar jangan “Tsunami Politik” akibat “lahirnya” Sang Jabang Bayi dari Rahim Ibu Pertiwi tsb tidak makin menimbulkan penderitaan bagi Rakyat sesuai cita cita demokrasi selama ini.

Secara detail sudah saya paparkan kemarin bahwa OCB dapat diaplikasikan secara berbeda-berbeda tergantung bagaimana bentuk dan sistem demokrasi negara tersebut misalnya Invidualisme vs Kollektivisme, Masculinity vs Femininity, Individual Power Distance, Collectivism Power Distance dsb, sehingga tergantung bagaimana mau digunakan atau tidak tergantung dari bagaimana Presiden menyikapi kondisi yang sekarang terjadi: Mau digunakan Pandangan Manajemen OCB, Mau digunakan Standar Etika atau Aturan secara Letterlijk atau bahkan tetap saja (abai) meneruskan Gayanya selama ini karena merasa sangat yakin bahwa apa-apa yang dilakukannya -menurut Surpay, bukan Survey- masih memiliki apprival rate diatas 80%.

Kesimpulannya, “Ibu Pertiwi (benar-benar sekarang dirasakan) Sedang Hamil Tua”, apakah “kelahiran”-nya tersebut merupakan Sosok yg memang benar bak Satrio Piningit yang ditunggu-tunggu sejak lama segenap Anak Bangsa utk bisa merubah nasib menyejahterakan Rakyat Indonesia atau malah “Anak Haram” (bukan hanya versi Konstitusi) yg justru akan semakin membuat Bangsa ini tidak bisa mencapai cita cita Indonesia Emas 2045 yang karena salah arah akibat salah pilih orang (semoga tidak). Sekalilagi semua sudah ada Ilmunya, secara Manajemen salahsatunya menggunakan OCB, secara Politik, secara Moral, secara Hukum, secara Sosial dsb. Semoga Indonesia diselamatkan …

Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes – Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB*)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button