Opini

Republik Indonesia Mau Kembali ke UUD 1945?, Belum Ada Political Will !

Republik Indonesia Mau Kembali ke UUD 1945?, Belum Ada Political Will !

 

Oleh: Chris Komari Activist for Democracy Rumah Demokrasi Modern (RDM)

 

Jakarta, 2 Juli 2024

Republik Indonesia (RI) Mau kembali ke UUD 1945, belum ada political will, belum cukup dukungan dari DPR dan 9 RAJA partai politik yang tidak mau kehilangan kekuasaan dan keuntungan financial yang sudah mereka nikmati selama ini dengan PARTAI-KRASI.

FOTO : Chris Komari Activist for Democracy Rumah Demokrasi Modern (RDM)

 

Mau revolusi apalagi, takut kehilangan bansos. Demo dijalan sambil membawa banner raksasa dan teriak-teriak di microphone, ngumpat sana ngumpat sini, sudah tidak effective lagi melawan pejabat publik yang tidak punya rasa malu.

Yang tersisa tinggal solusi-solusi baru yang ditawarkan oleh anggota dan aktivis Rumah Demokrasi Modern (RDM).

Kembali Ke UUD 1945 bukan magic bullet yang membuat semua masalah di Indonesia saat ini akan selesai begitu saja karena ORDER BARU telah menjalaninya selama 35 tahun, hasilnya Soeharto-cracy.

ORLA hasilnya Soekarno-cracy, dan era REFORMASI hasilnya partai-krasi.

Mau kembali ke system Monarchy atau mendirikan pemerintahan Khilafah (caliphate) di Indonesia…?

 

Secara prinsip, RDM mendukung semua usaha untuk memperbaiki demokrasi di Indonesia dan mengubah budaya korup politik ditanah air, baik itu dengan kembali ke UUD 1945 + Addendum, maupun memperbaiki demokrasi yang ada sekarang ini.

Saya tidak yakin, kembali ke system pemerintahan full monarchy, maupun constitutional monarchy “feasible” (bisa dilakukan) setelah bangsa Indonesia menjalankan system pemerintahan demokrasi selama 26 tahun berjalan.

Tetapi saya pribadi mendukung peran para wakil-wakil dari Kerajaan dan Kasultanan di Nusantara itu dalam pemerintahan, mengingat 650 tahun sebelum NRI terbentuk, Kerajaan dan Kasultanan di Nusantara itu sudah dikenal dan diakui oleh dunia international sebagai sovereign Kingdoms.

Invasi militer terbesar oleh bangsa asing, yakni bangsa Mongol ke tanah Jawa terjadi tahun 1292 yang dilakukan oleh Raja Kubilai Khan dari Kerajaan Yuan dengan mengirim utusanya kepada Raja Kertanegara dari Singasari, Jawa Timur.

Raja Kertanegara menolak menyerah dibawah kekuasaan Kerajaan Mongol dynasty Yuan.

Akhirnya Kubilai Khan mengirim 30.000 pasukan dan 1.000 kapal perang ke tanah Jawa, dimana Raja Kertanegara sudah wafat diganti Raja Jayakatwang.

Dengan tatik perang yang hebat, Raja Majapahit Raden Wijaya memanfaatkan kesempatan untuk menyerang Raja Jayakatwang di Singasari dengan membentuk military alliances dengan pasukan dari Mongol dan berhasil mengalahkan Raja Singasari Jayakatwang.

Pada akhirnya, pasukan Raden Wijaya dari Majapahit berbalik menyerang pasukan Kubilai Khan setelah berhasil dipisahkan dan dibuat mabuk untuk merayakan kemenangan perang melawan Raja Singasari.

Akhirnya semua pasukan Kubilai Khan dibuat lari terbirit-birit menuju kapal perang dan harus kembali pulang ke Mongolia.

Spirit perjuangan dan jiwa ksatria untuk terus membela tanah Jawa dari penjajahan asing harus dipertahankan oleh semua orang, khususnya para ksatria JAWA TIMUR.

Itu bukti bahwasanya Indonesia itu ada, tidak lepas dari peran, kontribusi dan keberanian para Raja dan Sultan di Nusantara untuk melawan penjajah.

Karena itu, peran para wakil-wakil Kerajaan dan Kasultanan Nusantara dalam pemerintahan, in my view, masih dibutuhkan untuk menjaga keamanan, Ketahanan dan “political cohesion” dalam kehidupan masyarakat dilapisan paling bawah di Indonesia.

Saya juga tidak yakin, mendirikan system pemerintahan khilafah itu di Indonesia memungkinkan, mengingat system pemerintahan khilafah itu adalah system pemerintahan yang “sangat-sangat sempurna” (GOD-MADE), yang harus dijalankan sesuai dengan ajaran Islam, berdasarkan 5 rukun Islam, 6 rukun Iman, Al-Qur’an, Sunnah dan Hadis.

Hal itu tidak mudah dijalankan.

Kurang hebat apanya para khulafatul Rasyidin (Syaidina Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali) dalam soal akidah, pengetahuan agama, keilmuan Al-Qur’an, karakter, kharisma dan leadership…???

Pemerintahan khalifatul Rasyidin hanya bisa bertahan selama 29 tahun (632-661) dimana 3 dari 4 khafilah itu berakhir tragis dengan assassination.

Kurang hebat apanya dengan Presiden Abdurahman Wahid (Gus Due) dalam soal akidah, pengetahuan agama, keilmuan politik, karakter dan leadership yang tidak tergoda oleh kecantikan rondo ucul, rondo narcis dan rondo teles. Presiden Gus Dur, tidak mampu menyatukan suara umat Islam di tanah air.

Saya tidak percaya dengan religious clerics lainya di tanah air, khususnya para ulama dan ustadz celebrities yang pura-pura tidak tertarik sama rondo ucul, rondo narcis dan rondo teles mampu mempersatukan UMAT ISLAM di Indonesia.

Orang Islam dan suara UMAT ISLAM di Indonesia sulit bersatu dan mudah dipecah belah oleh musuh-musuh Islam, hanya dengan disogok jabatan di kementrian, diberikan ijin pertambangan dan sumbangan untuk Mesjid.

22 Negara di Timur Tengah (ARAB dan PERSIA), tidak ada satupun negara ARAB dan PERSIA itu yang menjalankan system pemerintahan khilafah (caliphate).

What in the world akan mendirikan system pemerintahan khilafah di Indonesia…? How…?

Tetapi mongo kerso, bila hal itu mampu dilakukan dan yang diinginkan oleh mayoritas bangsa Indonesia.

Semua system pemerintahan itu sebenarnya ada pluses dan minuses, ada baik dan buruknya, ada keuntungan dan kerugiannya. Tidak ada system pemerintahan MAN-MADE yang sempurna.

Tergantung sejauh mana masing-masing pelaksana dan penyelenggara pemerintahan itu bisa “berbuat adil” kepada semua warga negara equally (equality before the law and equal opportunity to all citizens equally).

1). Nabi Adam (as) adalah khalifah di bumi.
2). Semua Nabi & Rosul juga khalifah di bumi.
3). Kita semua manusia juga khalifah di bumi.
4). Para Nabi dan Rosul adalah khalifatul Allah.
5). Khilafatul Rasyidin adalah Khalifatul Nabi (artinya kemunculan khalifatul Rasyidin itu didahului dengan munculnya seorang Nabi).

System pemerintahan khilafah itu sulit dijalankan oleh orang biasa atau ulama biasa karena “kesempurnaannya.”

Hanya orang-orang tertentu sekelas dan sekaliber NABI atau Wali Allah yang mampu mengemban tugas dan tanggung jawab menjalankan system pemerintahan khilafah.

Karena sistem khilafah itu GOD-MADE.
Sedangkan DEMOKRASI itu MAN-MADE.

Ketidaksempurnaan sistem demokrasi itulah yang membuat demokrasi mudah diterima dan dipraktekkan secara universal oleh semua negara dan bangsa di dunia ini.

Dari 195 negara di dunia ini, sudah ada 167 negara yang mengadopsi demokrasi, meskipun system demokrasi yang mereka jalankan belum full demokrasi, masih hybrid dan flaw.

Kuncinya adalah untuk bisa mencapai tujuan demokrasi, system pemerintahan demokrasi harus dijalankan berdasarkan nilai-nilai demokrasi yang universal, khususnya yang ada dalam 11 pilar demokrasi dan 14 prinsip-prinsip demokrasi.

A). Solusi baru dari RDM.

Fakta sejarah dan fakta politik di Indonesia saat ini adalah:

1). ORLA telah gagal.
2). ORBA telah gagal.
3). REFORMASI sudah gagal.
4). Mau kembali ke UUD belum bisa.
5). Mau revolusi, takut kehilangan bansos.
6). Mau mendirikan Khilafah, belum bisa.
7). Yang tersisa tinggal solusi RDM.

Orang boleh 76 ngimpi dan wishful thinking untuk mendirikan satu system pemerintahan yang adil sesuai dengan angan-angan, impian, ramalan, kepercayaan, prophecies, historical justification, bisikan ghoib, religious doctrines dan ideology politik masing-masing.

Tetapi selama 78 tahun Indonesia merdeka, fakta sejarah membuktikan:

1). Para generasi pencetus sila-sila Pancasila itu sendiri ketika berkuasa dalam pemerintahan ORDE LAMA, tidak mampu mempraktekan sila ke 4 Pancasila setelah Dewan Konstituante bersidang bertahun-tahun, sehingga Dewan Konstituante dibubarkan oleh Presiden Soekarno dan munculah Soekarno-cracy.

2). Para era pemerintahan ORDE BARU, nilai-nilai Pancasila di diced and sliced dalam P4 dan P7, tetapi selama 35 tahun yang muncul Soeharto-cracy.

3). Di era pemerintahan REFORMASI sekarang ini, nilai-nilai Pancasila semakin pudar and NOT-FOUND, yang muncul PARTAI-KRASI.

4). Para generasi penerus pasca REFORMASI hanya sibuk berdiskusi memperdebatkan lagi nilai-nilai Pancasila, Preambule dan UUD 1945, seolah-oleh mereka lebih tahu, lebih paham tentang isi dan nilai-nilai Pancasila, Preambule dan UUD 1945 lebih dari para generasi ORLA, generasi penggali dan pencetus sila-sila Pancasila itu sendiri.

5). Tetapi mereka blind-sided dengan satu fakta bahwasanya selama 78 tahun Indonesia merdeka, kedaulatan tertinggi rakyat Indonesia selalu di KUDETA oleh orang lain, oleh lembaga lain dan oleh institusi lain.

Karena itu, muncul RUMAH DEMOKRASI MODERN (RDM) di era pasca REFORMASI ini untuk memberikan solusi baru dengan menempatkan kedaulatan tertinggi rakyat tetap ada ditangan rakyat dengan memberikan HAK RECALL dan RECALL ELECTION kepada rakyat.

Hak RECALL dan RECALL ELECTION adalah solusi yang terbaik bagi Indonesia saat ini untuk memerangi KKN, monopoly ekonomi, politik dynasty, ABUSE OF POWER Presiden, TNI, POLRI dan money politics serangan fajar, sembako dan bansos dalam setiap PEMILU.

Ketika semua pejabat tinggi negara di Executive, Legislative dan Judicative takut menghadapi hak recall dan recall election dari rakyat, mereka akan tunduk terhadap kepentingan, keinginan dan kedaulatan tertinggi rakyat.

Itulah mengapa di negara maju yang sudah menjalankan FULL DEMOCRACY, tidak ditemukan banyak KKN, abuse of power dan money politics serangan fajar, sembako dan bansos dalam setiap PEMILU.

Dengan mekanisme hak recall dan recall election, rakyat memiliki kontrol terhadap TYRANNY Presiden, pejabat tinggi negara di pemerintah pusat, kekuasaan MPR/DPR dan abuse of power PARTAI POLITIK, TNI dan POLRI.

Kedaulatan tertinggi rakyat dalam demokrasi “tidak boleh” pindah tangan kepada:

1). Presiden lewat dekrit Presiden.
2). PARTAI POLITIK lewat UU MD3
3). Lembaga tertinggi negara (MPR/DPR).

Keberadaan Presiden, MPR/DPR dan PARTAI POLITIK dalam demokrasi tidak boleh memiliki kekuasaan dan kedaulatan lebih tinggi dan lebih besar dari kedaulatan tertinggi rakyat.

Bila ada satu lembaga, satu institusi dan partai politik yang memiliki kedaulatan lebih tinggi dan lebih besar dari kedaulatan tertinggi rakyat, berarti hal itu adalah pelanggaran terhadap nilai-nilai demokrasi, khususnya 11 pilar demokrasi dan 14 prinsip-prinsip demokrasi.

B). Kembalikan kedaulatan tertinggi kembali ke tangan rakyat.

Pilar demokrasi No.1 adalah kedaulatan rakyat, (sovereignty of the people).

Dalam BAB I, PASAL I, AYAT 2, Konstitusi UUD 1945 menyebutkan bahwasanya kedaulatan adalah ditangan rakyat, bukan di tangan Presiden, MPR/DPR atau ketua umum partai politik.

Kedaulatan tertinggi ada ditangan rakyat bukan berarti atau diartikan bahwasanya setelah rakyat memilih seorang kandidat lewat PEMILU menjadi pejabat tinggi negara di Executive dan menjadi wakil-wakil rakyat di legislative (MPR/DPR) “secara otomatis” terjadi transfer of power kedaulatan tertinggi rakyat kepada wakil-wakil rakyat di pemerintahan…!!!

Itu pendapat dan asumsi ngaco bin ngawur.
Tidak ada satupun konsep, dalil, rumusan dan hukum dalam demokrasi seperti itu.

PEMILU itu bukan a proces transfer of power kedaulatan tertinggi rakyat dari tangan rakyat kepada wakil-wakil rakyat di pemerintahan.

PEMILU adalah satu mekanisme untuk memilih calon pemimpin bangsa yang menjabat di lembaga Executive dan wakil-wakil rakyat yang duduk menjabat di lembaga Legislative.

Wakil-wakil rakyat di pemerintahan tidak pernah berubah menjadi RAKYAT.

Tidak ada konsep, rumusan, formula dan hukum dalam demokrasi dan UUD 1945, dimana wakil-wakil rakyat di pemerintahan itu berubah menjadi RAKYAT dan secara otomatis mengambil alih kedaulatan tertinggi rakyat.

That is a nonsense assumption…!!!
Election is the beginning of democracy, and not the end of democracy for the people.

Jangan mabuk dengan mengatakan bahwasanya MPR/DPR adalah jelmaan rakyat sehingga kedaulatan tertinggi rakyat secara otomatis pindah tangan kepada wakil-wakil rakyat di pemerintahan.

Hal itu melanggar banyak pilar demokrasi dan prinsip-prinsip demokrasi.

DEMOKRASI terdiri dari 2 kata:
1). Demo artinya rakyat.
2). Kratia artinya kekuasaan (pemerintahan).

Jadi demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Demo (rakyat) itu siapa saja…???

Rakyat adalah semua orang, semua ras, semua suku, semua golongan (mayoritas dan minoritas), semua budaya, semua ideology, semua kepercayaan dan semua agama.

Termasuk mereka yang beragama:
Yahudi,
Kristen,
Katholik,
Islam,
Hindu,
Buddha,
Kejawen,
yang tidak beragama
dan yang belum memiliki agama.

Kratia/krasi adalah kekuasaan.

Jadi demokrasi adalah kekuasaan (kedaulatan) yang menjadi milik bersama, milik banyak orang, semua orang, semua suku, semua ras, semua golongan (mayoritas dan minoritas), semua ideology, semua kepercayaan dan semua agama.

Demokrasi itu bukan kekuasaan milik golongan mayoritas saja, atau milik partai politik pemenang PEMILU.

Karena itu, pilar demokrasi nomer #3, tidak bisa diartikan sebagai KEKUASAAN MAYORITAS, sebab dalam demokrasi itu tidak dikenal istilah kekuasaan mayoritas atau kedaulatan mayoritas.

Yang ada adalah kedaulatan rakyat…!!!
Tidak mungkin MPR/DPR itu meskipun jelmaan rakyat akan berubah menjadi RAKYAT itu sendiri.

Karena itulah mengapa dalam demokrasi, kedaulatan tertinggi rakyat tidak pernah pindah tangan.

C). Logika ngaco dalam memahami demokrasi, kedaulatan tertinggi rakyat dan PEMILU.

Ada yang mengatakan sirkulasi semua yang dilakukan dalam pemerintahan adalah dari rakyat.

1). Rakyat mendirikan partai.
2). Dalam pemilu rakyat memilih partai.
3). Anggota DPR/MPR pilihan rakyat.
4). Rakyat memilih Presiden (MPR/PILSUNG).
5). MPR buat UUD.
6). DPR bersama Presiden membuat UU.
7). Presiden menunjuk Menteri Kabinet.
8). DPR menyetujui APBN.
9). DPR mengawasi kinerja Presiden.

Kesimpulannya: semua dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat…???,

Apakah benar demikian…???

Itulah contoh logika ngaco dan ngawur dalam memahami demokrasi, kedaulatan tertinggi rakyat dan PEMILU.

Saya berikan penjelasan dibawah.

D). Saya akan memberikan jawaban, konsep, rumusan dan argumentasi berdasarkan nilai-nilai demokrasi, khususnya yang ada dalam 11 pilar demokrasi dan 14 prinsip-prinsip demokrasi.

1). Ketika seseorang itu dipilih oleh rakyat lewat PEMILU sebagai pejabat tinggi negara untuk duduk menjabat di lembaga Executive (Head of Executive ) dan wakil-wakil rakyat untuk duduk menjabat di lembaga Legislative, “status mereka” adalah tetap wakil-wakil rakyat di pemerintahan (Executive dan Legislative).

Bahkan mereka yang dipilih lewat PROXY, dipilih oleh DPR atau ditunjuk oleh Presiden dan duduk menjabat di lembaga Judicative (Judiciary) seperti MK, MA, KY, lembaga ombudsman, dll., status mereka adalah tetap wakil-wakil rakyat di pemerintahan.

Tidak ada konsep para pejabat tinggi negara di Executive, Legislative dan Judicative itu secara otomatis mengambil alih kedaulatan tertinggi rakyat.

Tidak ada…!!!

2). Tidak ada konsep, rumusan, formula dan hukumnya dalam demokrasi yang mengatakan bahwasanya wakil-wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat lewat PEMILU untuk duduk menjabat di pemerintahan (Executive, Legislative dan Judicative) itu secara otomatis mengambil alih kedaulatan tertinggi rakyat.

Tidak ada sama sekali…!!!

Tidak ada konsep, rumusan, formula dan hukumnya baik dalam system demokrasi kuno di Athens, Greece, pada tahun 507 B.C.E hingga demokrasi modern mulai abad 18th, khususnya yang ada dalam 11 pilar demokrasi dan 14 prinsip-prinsip demokrasi.

Bahkan dalam konsep “social contract” yang pernah dirumuskan oleh Thomas Hobbs, John Locke, Charles de Montesquieu dan Jean-Jacque Rousseau pada abad 16th, 17th dan 18th juga tidak ada konsep, rumusan dan formula seperti itu.

Ketika wakil-wakil rakyat di pemerintahan itu menjalankan tugas dan tanggung-jawabnya, status mereka tetap sebagai wakil-wakil rakyat di pemerintahan, bukan sebagai RAKYAT itu sendiri.

Sebab kedaulatan tertinggi rakyat dalam demokrasi itu tidak pernah pindah tangan.

3). Dalam pilar demokrasi nomer #2 berbunyi:
“government based upon consent of the governed”.

Artinya: pemerintahan demokrasi itu dijalankan atas persetujuan yang dipimpin, dalam hal ini adalah persetujuan dari rakyat.

Jadi ketika PEMILU berlangsung dan kandidat PILPRES, PILEG dan PILKADA yang berhasil dipilih oleh rakyat sebagai wakil-wakil rakyat di pemerintahan, dalam menjalankan tugas dan tanggung-jawabnya harus tetap menghormati kedaulatan tertinggi rakyat dan harus minta persetujuan dari RAKYAT.

Meminta persetujuan dari rakyat itu ada 2 mekanisme:

1). Bisa meminta persetujuan langsung dari rakyat lewat surat suara, seperti REFERENDUM, Ballot Proposition, Ballot Initiative, Ballot Measure, dll, khusus menyangkut kebijakan penting pemerintah yang akan memiliki dampak langsung dan besar terhadap kepentingan rakyat banyak, kualitas hidup rakyat dan kedaulatan tertinggi rakyat Indonesia.

Seperti:
Mengubah UUD
Menumpuk hutang negara
Memindahkan Ibu Kota Negara
Menaikan PAJAK
Dll.

2). Meminta persetujuan dari rakyat lewat wakil-wakil rakyat di lembaga legislative (MPR/DPR), seperti:

Membuat UU
Menyetujui APBN
Menjual assets bangsa
Menjual SDA bangsa
Dll.

Jadi rakyat itu memiliki hak dan kedaulatan tersendiri untuk ikut dalam proses pengambilan keputusan (in the decision making proces in the government affairs) dalam pemerintahan.

Dimana pejabat pemerintah dan wakil-wakil rakyat di Parlemen wajib meminta persetujuan dari rakyat yang menyangkut 3 kebijakan:

1). Semua kebijakan pemerintah yang memiliki dampak langsung dan besar terhadap kepentingan rakyat banyak.

2). Semua kebijakan pemerintah yang memiliki dampak langsung dan besar terhadap kualitas hidup rakyat banyak.

3). Semua kebijakan pemerintah yang memiliki dampak langsung dan besar terhadap kedaulatan tertinggi rakyat.

Tidak seenak udele dewe pindah IKN tanpa minta persetujuan dari rakyat, mengkudeta UUD 1945 tanpa persetujuan dari rakyat, numpukin utang negara 7 turunan tanpa minta persetujuan dari rakyat dan menaikan PAJAK tanpa minta dulu persetujuan dari rakyat.

Kalau mau gampang, ambil jalan pintas dan mengambil kebijakan seenak udele dewe atas kemauan pejabat executive, itu namanya bukan system pemerintahan demokrasi, tetapi EXECUTIVE-CRACY alias dictatorship…!!!

Itulah pilar demokrasi nomer #2 yang belum pernah dijalankan di Indonesia selama 78 tahun Indonesia merdeka dan selama 26 tahun berjalan, Indonesia menjadi mualaf demokrasi.

E). Sekarang kedaulatan tertinggi rakyat Indonesia masih dikudeta oleh partai politik lewat UU MD3.

Apakah kita akan diam saja, setelah di pecundangi oleh partai politik selama 26 tahun berjalan…???

HELL NO…!!!

Kita harus melakukan edukasi publik untuk menyadarkan masyarakat luas dengan mengekspos kebusukan, hypocrite dan kelicikan partai politik kepada masyarakat luas.

Let the people fight against political parties.

RDM diseluruh tanah air menuntut agar kedaulatan tertinggi rakyat segera dikembalikan ke tangan rakyat dengan membatalkan UU MD3 dan memberikan hak recall dan recall election kepada rakyat.

Bila partai politik menolak melakukan itu, maka RDM diseluruh Indonesia akan melakukan kampanye secara terbuka untuk menyadarkan masyarakat luas dilapisan paling bawah dengan meng-ekpose kelicikan partai politik yang selama ini telah MENGKUDETA kedaulatan tertinggi rakyat kepada masyarakat luas diseluruh Indonesia.

Supaya masyarakat luas sadar dan sekaligus mengajak dan meminta kepada mereka untuk TIDAK LAGI:

1). Mendukung dan memilih partai politik dan kandidat yang dicalonkan oleh partai politik dalam setiap PEMILU, PILEG dan PILKADA.

2). Ketika partai politik itu tidak lagi memiliki kader yang duduk di lembaga legislative sebagai anggota DPR/DPD/DPRD, maka partai politik itu akan kehilangan kekuasaan dan hanya bisa gigit jari.

3). Partai politik tanpa dukungan suara rakyat (votes), partai politik itu tidak memiliki kekuasaan dan tidak ada artinya apa-apa.

Kami tidak antipati terhadap keberadaan partai politik, karena partai politik itu dibutuhkan dalam system pemerintahan demokrasi. Yang kami lawan adalah KUDETA partai politik terhadap kedaulatan tertinggi rakyat Indonesia.

Tugas kami sebagai anggota RDM diseluruh Indonesia adalah memberikan edukasi publik dengan meng-ekpose kebusukan, hypocrisy dan kelicikan partai politik kepada masyarakat luas di lapisan paling bawah.

RDM akan melakukan kampanye secara terbuka menyadarkan rakyat di lapisan paling bawah untuk memahami kelicikan partai politik selama ini yang membuat RAKYAT hidup sengsara dan miskin karena kedaulatan tertingginya telah dikudeta oleh partai politik.

Sekaligus mengajak masyarakat luas di lapisan paling bawah untuk meminta kepada semua partai politik dan kandidat yang dicalonkan oleh partai politik untuk membatalkan UU MD3 dan memberikan hak recall dan recall election kepada rakyat.

Sebaliknya kalau ada partai politik dan kandidat yang dicalonkan oleh partai politik “bersedia” dan “berkomitmen” membatalkan UU MD3 dan memberikan hak recall dan recall election kepada rakyat, anggota RDM akan mendukung partai politik dan kandidat yang dicalonkan oleh partai politik itu dalam PEMILU, PILEG dan PILKADA.

This is going to be a long battle against political parties, but a battle that is worth fighting for. Because it is the right thing to do.

Please, join RDM. Kami masih membutuhkan perwakilan RDM di banyak daerah.

Terima kasih.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button