Opini

Negara Tanpa Partai Sebuah Kejenuhan Publik Terhadap Legislatif

Negara Tanpa Partai Sebuah Kejenuhan Publik Terhadap Legislatif

 

Oleh : Damai Hari Lubis (Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212)

 

Jakarta, 30 Juni 2024

 

Sejak era Presiden Soekarno (ORLA dan ORBA) hingga saat zaman SBY (REFORMASI) belum ada sepertinya ide atau “pemahaman” seorang tokoh bangsa yang berpikiran lalu menyampaikan himbauannya secara tranparansi kepada publik “bahwa lebih baik semua partai di bubarkan”. Wacana sistim konstitusi politik hukum (ketatanegaraan) ini, baru disampaikan terbuka oleh seorang tokoh ulama besar Dr. Habieb Rizieq Shihab (IB.HRS ) pada era REVOLUSI MENTAL ala JOKO WIDODO.

Gejala-gejala politik apa ini. Apakah implikasi daripada parameter atau cermin kejenuhan masyarakat dan ketidakpercayaan masyarakat sudah pada posisi cekungan kering atau titik nadir kepada para wakil rakyat yang berasal dari partai-partai. Lalu ketidak percayaan ini direpresentasikan oleh seorang tokoh yaitu Dr. Habib Rizieq Shihab ?

Fenomena perilaku wakil rakyat nampak jelas saat Presiden RI yang puluhan kali membohongi mereka namun didiamkan oleh para wakil rakyat yang dibohongi. Apakah para wakil menyimpulkan, “bahwa rakyat yang dibohongi bukan mereka” ? Sehingga diantaranya para wakil lebih asyik bermain judi online.

Kerusakan mental nyata terjadi kepada hampir seluruh para wakil rakyat, ketika hak keterpilihan mereka oleh individu-individu masyarakat yang berbeda, namun “mempersilahkan suara keterwakilan kepada para ketua partai, pasrah oleh sebab takut diberhentikan atau PAW/ Pergantian Antar Waktu”. Dinamika yang nampak para wakil mengutamakan rasa sayang kepada kursi jabatan yang sudah tidak terhormat, bukan sebaliknya mencintai rakyat bangsa ini. Dan diantara para wakil rakyat malah melakukan korupsi.

Bahkan fungsi mereka sebagai wakil rakyat dalam hak angket dan interpelasi rela diambil alih oleh yudikatif/ MK Sehingga fungsi kunci suara rakyat ada ditangan yudikatif atau badan peradilan dan yang menyetujui dan mengesahkan inisiasi pergeseran nilai nilai fungsi DPR RI adalah inisiasi dari eksekutif atau penguasa pemerintahan yang semestinya mereka awasi.

Sehingga mereka para wakil rakyat yang didapat melalui suara-suara di TPS secara “LUBER JURDIL” atas nama kedaulatan ditangan rakyat, malah kompromi dengan pihak yang harus mereka awasi. “kejahatan entah apa namanya, karena dilakukan terus terang melalui undang-undang.”

Maka faktor psikologis kesehatan para wakil rakyat dan faktor kejujuran dan rasa keadilan, andai masih ada tersisa didalam hati sanubari mereka, tentu hendaknya mereka menyambut senang dan gembira ketika ada seorang tokoh bangsa yang mengusulkan agar hak-hak mereka sebagai wakil rakyat dirampas dan dikembalikan ke pangkuan dan ke pundak legislatif.

Bukan justru mereka selaku wakil rakyat (MPR RI/ DPR RI- DPD.RI) malah saat ini
konsentrasi membuat draf konsep politik hukum menerima pertanggung jawaban presiden Jokowi di akhir masa jabatannya di persidangan 5 tahun sekali pada 16 Agustus 2024. Pertanggungjawaban moral (hukum) terhadap kinerja Jokowi yang terus menimbun hutang, program IKN “yang tersandung” hingga tak sanggup membayar gaji kepala daerahnya, GNWU/ Gerakan Nasional Wakaf Uang dan TAPERA/ Tabungan Perumahan Rakyat yang gagal, serta seabreg-abreg program yang Ia janjikan dan sektor penegakan hukum yang rendah kualitas, juga Jokowi yang diduga kuat telah melakukan konspirasi secara nepotisme dengan pola mengangkangi hukum, mengatur atau pembiaran terhadap lembaga yudikatif yang transparan melakukan penyelewengan hukum untuk kepentingan Gibran dan Kaesang dan pembiaran tehadap para pejabat aparatur negara dan konglomerat korup yang dihukum ringan dibawah vonis pelanggaran prokes covid 19 serta menjadikan para terpapar korupsi justru sebagai orang kepercayaan di pemerintahan dan puluhan janji-janji yang kembali tidak ditepati sampai akhir jabatannya sejak esemka, membeli aset negara indosat yang dijual dan janji garis kemiskinan ekstrim di tanah air akan menjadi 0 % di 2024.

Ingat juga DPR RI dan DPD RI. pada sidang 16 Agustus 2024 adalah pertangungjawaban 5 tahunan presiden kepada MPR RI. bukan persidangan yang formalitas, atau justru seolah sekedar pelaksanan agenda tugas (terbalik) pertanggungjawaban DPR -DPD RI (MPR RI Kepada presiden). Atau sekedar presiden menentukan APBN 2025. Tahun yang dirinya sudah tidak menjadi kepala negara lagi.

Referensi berita:

Persuasi.id
wacana dr habib rizieq syihab imam besar habib-rizieq-syihab-negara-tanpa-partai-dan presiden independen revolusioner dan realistis

Kompas,Bertemu Pimpinan MPR, Jokowi Minta Sidang Tahunan MPR 2024 Digelar Seperti Biasa

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button