Opini

Bakal Penerus Jokowi Apakah Tetap Profetika?

Bakal Penerus Jokowi Apakah Tetap Profetika?

 

Oleh : Damai Hari Lubis ( Aktivis Hukum Alumni 212 )

 

Jakarta, 23 April 2024

 

Jokowi dianggap oleh kalangan birokrat dan legislatif bagai Abu Bakar bahkan bagai Ummar para sahabat Nabi, namun praktiknya yang banyak disaksikan pola kepemimpinan Jokowi justru berkesesuaian dengan yang banyak ditiru oleh para penyelenggara negara dan atau para pejabat publik kontemporer, diantaranya model Usman Anwar eks Ketua MK yang kental sisi nepotismenya, atau primordialism, sistim yang inequality atau keberpihakan, sehingga kontradiktif dari prinsip-prinsip kemanusiaan (HAM) yang pastinya dipegang teguh oleh para manusia suci.

Terbukti, nepotisme lainnya sudah menjalar ke beberapa orang menteri dan Ketua MPR RI dan Ketua DPD RI yang berharap masa jabatan presiden Jokowi agar diperpanjang, walau menabrak ketentuan sistim konstitusi yang berlaku.

Lalu kelak, setelah pelantikan, apakah Prabowo dan Gibran akan mengikuti paham profetika, sesuatu yang bersifat kenabian atau _melanjutkan_ risalah nabi sebelumnya ?

Walau sinyalemen terhadap pensinkronisasian ke-nabia-an dari perspektif logika, deskripsi sifat ke-nabi-an dengan terapan yang ada pada sepak terjang sosok Joko Widodo, tentunya hal yang sesat dan menyesatkan.

Faktor daripada gejala-gejala yang menyesatkan tersebut, sudah nampak dirasakan dari banyaknya fakta tendensius sejak tahun 2022 pra pemilu yang sudah di sounding keras oleh prabowo dan kroni, bahwa Prabowo dan simpatisan akan melanjutkan sistim yang telah dibangun oleh konsep Jokowi (ekonomi, politik dan hukum) berikut adab berciri revolusi mental.

Alhasil profetis akan berlanjut menuju Indonesia baru yakni profetis Jokoism dari bakal generasi pendukung bakal kandidat presiden Gibran Bin Jokowi.

Publik “oposan” tentu menunggu individu kandidat pemimpin yang memiliki 2 jantung (jantung reserve) demi VS Gibran Bin Jokowi, sosok tersebut sudah mesti muncul sejak 23 April 2024, “pasca rekapitulasi 22 April 2024 oleh Majelis Kalkulator di Mahkamah Konstitusi.”

Sosok Individu bakal lawan Gibran tersebut, harus ekstra radikal dan lebih berpikiran progresif dan agamawan, yang memiliki prinsip bahwa kezaliman bukan sekedar ditentang, namun harus dienyahkan, demi melindungi sejatinya fungsi hukum yang tertinggi (salus suprema lex esto), yaitu demi melindungi kepentingan seluruh rakyat majemuk dan LINTAS SARA , bukan sekedar kepentingan kekuasaan individu dengan pola politik entitas atau substantif perilaku devide et impera, karena sadar tidak sadar tentu akan memarginalkan kelompok atau pecah belah anak bangsa.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button