Opini

Bambang Widjayanto, Hamdan Zoelva Dan Mahfud MD Sekedar Untung-Untungan ?

Bambang Widjayanto, Hamdan Zoelva Dan Mahfud MD Sekedar Untung-Untungan ?

 

Oleh : Damai Hari Lubis ( Aktivis Hukum Ketua Aliansi Anak Bangsa )

 

Jakarta, 22 April 2024

Pelanggaran pemilu yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM) menjadi salah satu pelanggaran terberat pemilu yang bisa mengakibatkan didiskualifikasinya peserta pemilu jika terbukti melakukan pelanggaran TSM. Namun, pelanggaran TSM memiliki syarat bukti yang cukup berat pula lantaran makna TSM harus bisa dibuktikan dengan kumulatif yaitu memenuhi ketiga unsur, yakni: terstruktur, sistematis dan masif.

Sebagai badan pengawas pemilu, bawaslu mengeluarkan semacam ketentuan atau kamus terkait TSM yakni melalui Peraturan Badan Pengawas Pemilu atau Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2018

1. Pelanggaran terstruktur adalah kecurangan yang dilakukan oleh aparat struktural, baik aparat pemerintah maupun penyelenggara pemilihan secara kolektif atau secara bersama-sama.

2. Pelanggaran sistematis dimaknai sebagai pelanggaran yang direncanakan secara matang, tersusun, bahkan sangat rapi.

3. Sedangkan pelanggaran masif adalah pelanggaran yang dampaknya sangat luas terhadap hasil pemilihan umum.

Sehingga kesemua pelanggaran yang dijadikan SATU KESATUAN (KUMULATIF) YANG PUBLIS DISEBUT SEBAGAI TSM atau pelanggaran dan atau kecurangan yang dapat memengaruhi perolehan suara pilpres Jo. Vide 475 ayat (2) UU. Nomor 7 Tahun 2017. UU. Tentang Pemilu.

Aturan lebih rinci mengenai pelanggaran TSM dituangkan dalam Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2018. Laporan atas dugaan pelanggaran TSM bisa disidang oleh Bawaslu jika disertakan bukti terjadi di sejumlah wilayah.

Bunyi pasal 24 ayat (8) huruf c .

“Untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pelanggaran terjadi paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari jumlah daerah provinsi di Indonesia,”

Sehingga untuk dapat dibawa ke Persidangan Sengketa Perselisihan Pemilu, di Mahkamah Konstitusi MK atau SHPU sebagai alat bukti telah terjadi pelanggaran TSM maka lazimnya yang disebut sebagai alat bukti tentu ada bukti formil dan bukti materiil

Formil adanya bukti laporan , yakni laporan ke bawaslu terhadap pelanggaran yang dibuat oleh KPU sebagai penyelenggara pemilu, bukti laporan ke DKPP. dan gugatan ke PTUN sang final and binding (putusan hanya 21 hari proses setelah lengkap administrasi gugatan).

Materil, kronologis dan kesaksian serta keterangan ahli yang ditampilkan dihadapan Persidangan SHPU di MK.

Maka pertanyaannya berapa jumlah laporan dan berapa jumlah gugatan yang menjadi alat bukti formil dan materil dan apa saja hasilnya dari ratusan pelanggaran bahkan ribuan pelanggaran atas temuan publik yang talah dilaporkan oleh TIM HUKUM NASIONAL/ THN DARI 01 dan 03 kepada BAWASLU, DKPP dan PTUN ? Sehingga memiliki bukti KPU.ean pejabat penguasa publik, telah melakukan penghianatan konstitusi yang TSM Dihadapan persidangan Sengketa Hasil Pemilihan Umum / SHPU sehingga dapat menjadi faktor MEMENGARUHI sesuai ketentuan pasal 475 ayat (2) UU. Tentang Pemilu.

Hal tentang nomenklatur TSM dan persyaratan FORMIL DAN MATERIL KAREGORI TSM, Tentu Kedua KubuTHN 01 & 02 pasti mengetahui TERLEBIH SOSOK BAMBANG WIDJAJANTO YANG SUDAH CUKUP PENGALAMAN DALAM SHPU, SERTA HAMDAN ZOELVA DAN MAHFUD MD.

Maka asumsi publik jika kedua orang eks Ketua MK (HAMDAN & MAFUD) sekedar majukan gugatan ke MK tentu sesuatu hal yang spekulasi atau untung-untungan yang jauh dari perspektif dan logika hukum untuk mendapatkan kebenaran materiil, tentu melahirkan tanda tanya besar ada apa dan mengapa ?TERLEBIH MK. yang “nampak sudah menjadi bagian dari rezim eksekutif” hanya mementingkan ASAS LEGALITAS TIDAK BERKENAN MENGGUNAKAN LEGAL STANDING mereka selaku hakim sebagai garda terkahir keadilan dengan menggunakan PARAMETER rasa senasib dengan seluruh bangsa ini, sehingga PARA HAKIM HARUS BERLAKU ADIL, yang sadari bahwa mereka akan turut dalam pemenuhan kehidupan rawan masa depan bangsa dan negara akibat attitude (behavior) TIDAK JURDIL ditambah dengan faktor subtansial rules yang jauh dari sempurna !

Namun semua sektor pada kehidupan bangsa, akan bisa diatasi oleh hak final and binding milik MK. Melalui putusannya yang progresif pada SHPU pilpres 2024.

Namun bangsa ini dapat bernasib lebih tragis ke depan, jika keinginan perubahan dari bangsa ini yang diharapkan dari berawal dari produk MK nyatanya MK TIDAK BERLAKU PROGRESIF, MELAINKAN KESAMPINGKAN AMICUS CURIAE, TUTUP MATA TERHADAP PERILAKU PEJABAT PUBLIK YANG NOTOIRE FEITEN NOTORIUS SEHINGGA MK. DALAM A QUO IN CASU PUN BUTA TULI NURANI UNTUK MENGGUNAKAN VICTION IN TIME MAKA BANGSA DAN NEGARA INI KEDEPAN AKAN MENYEDIHKAN ! MENJALAR KESEMUA SEKTOR KEHIDUPAN (ekonomi, hukum dan politik serta adab dan budaya).

FMaka publik, kemungkinan yang berharap kepada MK melakukan role model dengan rule breaking, pada sengketa pilpres 2024 kembali akan menelan hidangan basi dan minuman cuka !?.

Pagi, menjelang siang putusan MK 22 April 2024

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button