PASCA PUTUSAN MK: DAKWAH ISLAM & KHILAFAH, METODE BAKU AGAR ISLAM SAMPAI KE TAMPUK KEKUASAAN
PASCA PUTUSAN MK: DAKWAH ISLAM & KHILAFAH, METODE BAKU AGAR ISLAM SAMPAI KE TAMPUK KEKUASAAN
PASCA PUTUSAN MK: DAKWAH ISLAM & KHILAFAH, METODE BAKU AGAR ISLAM SAMPAI KE TAMPUK KEKUASAAN
Oleh : Ahmad Khozinudin (Sastrawan Politik
Jakarta, 28 Maret 2024
Menarik sekali, ketika penulis membaca artikel yang ditulis oleh advokat sendiri Eggi Sudjana berjudul ‘PREDIKSI MASA DEPAN POLITIK UMAT PASCA PUTUSAN MK, DAKWAH ISLAM SATU-SATUNYA HARAPAN’. Dalam akhir artikel, Eggi Sudjana merekomendasikan jalan dakwah Islam sebagai jalan perubahan yang meneladani perjuangan Nabi Muhammad Saw.
MK masih mengadili perkara sengketa Pilpres. Tapi penulis sependapat dengan kesimpulan Eggi Sudjana, bahwa akhirnya putusan MK (22 April 2024) hanya akan melegitimasi kemenangan Prabowo Gibran. Putusan, yang sudah jauh hari juga penulis prediksi.
Memang benar, problem politik umat Islam saat ini bukan karena kurangnya peran umat Islam dalam politik. Sebab, sudah banyak politisi Islam yang masuk politik dan mendapatkan kekuasaan.
Mayoritas anggota DPR RI, DPRD, DPD RI, MPR RI, pejabat Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati dan Walikota, adalah orang Islam. Mereka semua adalah umatnya Rasulullah Saw.
Hanya saja, syariat Islam tidak pernah berkuasa. Islam tidak pernah sampai ke tampuk kekuasaan, yang menduduki kursi kekuasan hanya orang Islam.
Jadi, meskipun mayoritas pejabat penguasa di negeri ini Islam, tapi mereka semua menelantarkan syariat Islam. Mereka, hanya menyampaikan diri mereka ke tampuk kekuasaan, tapi tidak dengan Islam. Islam, telah ditanggalkan dan hanya menjadi agama ritual, aspek politik dalam Islam ditinggalkan.
Karena itu, penulis mampu memahami kegalauan pikiran dan suasana kebatinan advokat Eggi Sudjana, yang merasa pesimis dengan hasil akhir di MK. Eggi Sudjana, memprediksi putusan MK hanya akan melegitimasi kemenangan Prabowo Gibran. Pasca putusan MK, Eggi Sudjana juga memprediksi parpol pengusung Paslon 01 dan 03 juga akan merapat ke kekuasaan.
Namun, ada yang menarik dari apa yang direkomendasikan oleh Eggi Sudjana. Menurutnya, People Power adalah jalan yang rasional untuk mengoreksi Pemilu curang, namun kekuatan People Power telah dikerdilkan. Merujuk kisah perjuangan Rasulullah Saw 13 tahun berjuang di Mekkah hingga akhirnya Rasulullah Saw sampai pada tampuk kekuasaan di Madinah, Eggi Sudjana merekomendasikan jalan dakwah Islam sebagai sarana untuk melakukan perubahan dan perbaikan negeri ini.
Naiknya Rasulullah Saw ke tampuk kekuasaan, dimana beliau Saw dibaiat menjadi penguasa di Madinah, lalu memimpin Madinah dengan syariat Islam, adalah bukti bahwa periode hijrah adalah periode yang menandai era Islam sampai ke tampuk kekuasaan. Rasulullah Saw bukan hanya berkuasa, tetapi sekaligus menerapkan Islam dalam kekuasaan yang beliau pimpin di Madinah.
Dalam kurun 10 tahun, kekuasaan beliau telah melakukan sejumlah perluasan. Unifikasi Mekah menjadi bagian dari Daulah Islam yang berpusat di Madinah, terjadi pada era Rasulullah Saw memimpin Madinah.
Lalu, pasca Rasulullah Saw meninggal, kekuasaan Rasulullah itu diteruskan dan digantikan para Khalifah. Abu Bakar RA, adalah Khalifah pertama yang menggantikan status pemimpin dan penguasa umat Islam, menggantikan Rasulallah Saw.
Dilanjutkan oleh Umar RA, Ustman RA, Ali RA, Imam Hasan RA, Para Khalifah Bani Umayyah, Para Khalifah Bani Abbasiyah, dan terakhir para Khalifah Turki Utsmani. Sejak kekhilafahan Islam diruntuhkan oleh Mustafa Kemal antek inggris tahun 1924, sejak saat itulah Islam hilang eksistensinya dari pentas politik dan kekuasan. Sejak saat itulah, umat Islam tak lagi menjadi Khairul Ummah, yang memimpin peradaban dunia.
Untuk dapat mengembalikan Islam ke tampuk kekuasaan, maka umat Islam harus merujuk metode perubahan dengan dakwah Islam, yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw saat 13 tahun berjuang di Mekkah. Umat Islam, tak boleh tergiur dalam pentas politik demokrasi yang menjebak umat Islam saat ini, sebagaimana dahulu Rasulullah Saw juga tak terjebak tawaran politik terlibat dalam kekuasaan para penguasa kafir Quraisy.
Adapun dakwah politik Rasulullah Saw itu melalui sejumlah tahapan sebagai berikut:
Pertama,Tahap Pembinaan dan Pengkaderan (Marhalah Tatsqif wa Takwin).
Tahapan ini telah dilakukan Rasulullah SAW ketika memulai dakwahnya di Makkah. Langkah-langkah dakwah yang dilakukan Rasulullah SAW dalam tahapan ini adalah dengan jalan mendidik dan membina masyarakat dengan ‘aqidah dan syariah Islam. Pembinaan ini ditujukan agar umat Islam menyadari tugas dan tanggungjawabnya sebagai seorang Muslim.
Dengan pendidikan dan pembinaan ini, seorang Muslim diharapkan memiliki kesadaran bahwa menegakkan syariah Islam dan Khilafah Islamiyah yang merupakan kewajiban asasi bagi dirinya dan berdiam diri terhadap ‘aqidah dan sistem kufur adalah kemaksiatan. Kesadaran seperti ini akan mendorong seorang Muslim untuk menjadikan ‘aqidah Islam sebagai pandangan hidupnya dan syariah Islam sebagai tolok ukur perbuatannya.
Kesadaran ini akan mendorong dirinya untuk berjuang menegakkan syariah dan Khilafah Islamiyah. Tanpa kesadaran ini, Khilafah Islamiyah tidak pernah akan bisa diwujudkan di tengah-tengah masyarakat.
Hanya saja, kesadaran seperti ini tidak akan mendorong terjadinya perubahan, jika hanya dimiliki oleh individu atau sekelompok individu belaka. Kesadaran ini harus dijadikan sebagai “kesadaran umum” melalui propaganda yang bersifat terus-menerus. Dari sinilah dapat dipahami bahwa perjuangan menegakkan syariah dan Khilafah harus berwujud amal jama’i.
Dengan kata lain, harus ada gerakan Islam yang ikhlas yang ditujukan untuk membina dan memimpin umat dalam perjuangan agung ini. Gerakan inilah, yang akan menjadi alternatif sekaligus arus mainstream perjuangan umat.
Kedua, Tahap Interaksi dan Perjuangan di Tengah Ummat (Marhalah Tafa’ul ma’a al Ummah).
Setelah lahir individu-individu Islam yang telah tergabung dalam sebuah kelompok dakwah atau kelompok politik Islam, maka akan dilanjutkan pada tahapan yang kedua, yaitu tahap interaksi dan perjuangan di tengah ummat.
Individu-individu Islam yang telah terhimpun dalam partai politik Islam yang ikhlas ini harus diterjunkan di tengah-tengah masyarakat untuk meraih kekuasaan dari tangan umat.
Hal itu sebagaimana yang pernah dilakukan Rasulullah SAW bersama shahabat. Setelah dianggap cukup dalam menjalankan proses dakwah tahap pembinaan dan pengkaderan, kelompok dakwah Rasul SAW selanjutnya diperintahkan Allah SWT untuk berdakwah secara terang-terangan. Allah SWT berfirman:
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ ﴿٩٤﴾
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik” (QS. Al-Hijr: 94).
Dalam menjalankan perintah Alah tersebut, Rasulullah SAW dan para shahabat terjun di tengah masyarakat, berinteraksi dengan masyarakat untuk melakukan proses penyadaran umum tentang pentingnya kehidupan yang harus diatur dengan Syari’ah Islam.
Proses akhir dakwah dari marhalah kedua ini adalah ditandai dengan dilaksanakannya thalabun nushrah (mencari dukungan politik dari ahlun nushrah) kepada para pemimpin qabilah untuk menyerahkan kekuasaannya kepada Rasulullah SAW. Puncak dari marhalah ini adalah ketika Rasulullah SAW berhasil mendapatkan kekuasaan dari para pemimpin qabilah dari Yastrib (Madinah) melalui Bai’atul Aqobah II.
Dengan demikian, kekuasaan itu hakikatnya hanya bisa diraih jika umat telah rela menyerahkan kekuasaannya kepada kelompok Islam tersebut. Adapun cara untuk meraih kekuasaan dari tangan umat adalah terlebih dulu melakukan proses penyadaran, yaitu menanamkan mafahim (pemahaman), maqayis (standar perbuatan) dan qana’at (keyakinan/kepercayaan) Islam di tengah-tengah mereka; sekaligus memutus hubungan masyarakat dengan mafahim, maqayis dan qana’at kufur dan pelaksananya.
Dengan cara ini, umat akan mencabut dukungannya terhadap sistem kufur dan pelaksananya, lalu menyerahkan kekuasaannya kepada kelompok Islam yang memperjuangkan syariah dan Khilafah tersebut dengan sukarela. Hanya saja, prosesi seperti ini harus melibatkan ahlun-nushrah, yakni orang-orang yang menjadi representasi kekuasaan dan kekuatan umat, agar transformasi menuju Khilafah Islamiyah berjalan dengan mudah.
Atas dasar itu, kelompok Islam tidak boleh mencukupkan diri pada aktivitas membina umat dan membentuk opini umum tentang Islam belaka, tetapi harus menuju kekuasaan secara langsung dengan menggunakan metode yang telah digariskan Nabi SAW di atas, yakni thalabun-nushrah. Pasalnya, hanya dengan metode thalabun-nushrah inilah jalan syar’i untuk menegakkan Khilafah Islamiyah, bukan dengan metode yang lain.
LKetiga, Tahap Penerapan Hukum Islam (Marhalah Tathbiq Ahkamul Islam)
Setelah proses thalabun-nushrah berhasil, maka akan masuk tahapan selanjutnya, yaitu penerapan syari’at Islam sebagai hukum dan perundang-undangan bagi masyarakat dan negara secara kaffah.
Sebagaimana yang pernah dilaksanakan oleh Rasulullah SAW dan para shahabat, setelah Beliau mendapatkan Bai’atul Aqabah II, beliau melanjutkan dengan hijrah ke Madinah. Di Madinah inilah, Rasulullah SAW dapat memulai penerapan Syari’at Islam secara kaffah.
Penerapan Syari’ah Islamiyah ini ditandai dengan diberlakukannya Piagam Madinah yang wajib dita’ati oleh seluruh warga negaranya, baik bagi yang muslim maupun non muslim. Selain penerapan syari’at Islam untuk pengaturan kehidupan masyarakat di dalam negeri, Rasulullah SAW juga menerapkan syari’at Islam untuk politik luar negerinya.
Inilah tahap terakhir dari metode penegakan Syari’ah Islam yang dapat diteladani dari perjalanan dakwah Rasulullah SAW. Setelah perjuangan kelompok Islam memperoleh kekuasaan dari ahlun-nushrah, maka pemimpin dari kelompok Islam tersebut akan dibai’at untuk menjadi Khalifah, dengan tugas menerapkan Islam secara kaffah, baik untuk pengaturan kehidupan di dalam negeri, maupun luar negerinya.
Gerakan dakwah ini, akan menjadi arus perubahan yang benar-benar steril dari kendali oligarki, karena tidak dijalankan melalui demokrasi. Dakwah yang mandiri, yang bisa dilakukan kapanpun dan dalam situasi bagaimanapun.
Gerakan penyadaran Umat bahwa masa depan umat adalah Khilafah, menjadi urgen terus digelorakan agar umat masih memiliki harapan bahkan mendapatkan keyakinan bahwa kebangkitan umat ini akan mampu diwujudkan dengan Khilafah. Bukan melalui sistem demokrasi yang batil.