Hubungan Hukum Antara Jurnalis, Undang-Undang Pers Dengan Undang-Undang ITE
Hubungan Hukum Antara Jurnalis, Undang-Undang Pers Dengan Undang-Undang ITE
Hubungan Hukum Antara Jurnalis, Undang-Undang Pers Dengan Undang-Undang ITE
Oleh : Damai Hari Lubis, SH.,MH ( Ketua Bidang Hukum KWRI/Komite Wartawan Reformasi Indonesia )
Jakarta, 8 Maret 2024
Undang-Undang RI. Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Undang-Undang ITE Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kedua Undang-Undang ini memiliki sifat kekhususan yang sama. Oleh karena itu, telah terjalin kesepakatan bahwa masalah karya jurnalistik tidak bisa dipidana, dan harus diselesaikan melalui dewan pers yakni untuk mengetahui lebih dulu, apakah berita a quo in casu melanggar kode etik jurnalistik.
Apa keharusan Karya Jurnalistik yang dapat dinyatakan telah memenuhi atau bersesuaian dengan ketentuan Undang-Undang Pers, sehingga tidak bersinggungan atau melanggar Kode Etik Jurnalistik
Bahwa berita jurnalistik harus memenuhi kriteria yang narasinya mesti Independen atau objektif, akurat, berimbang tidak subjektif, dan tidak beritikad buruk. Profesional (tunjukkan identitas), hormati hak privasi individu maupun kelompok, tidak menyuap, berita faktual dan jelas sumbernya, tidak plagiat, penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik (Vide Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik)
Lalu apa sanksi terhadap Jurnalis atau Badan Usahanya, jika hasil sidang kode etik tenyata telah terjadi pelanggaran ?
Sanksi yang dijatuhkan dapat berupa:
a. teguran tertulis;
b. penghentian sementara mata acara yang bermasalah;
c. pengurangan durasi dan waktu pemberitaan, penyiaran, dan iklan Kampanye;
d.denda;
e. pembekuan kegiatan pemberitaan, penyiaran, dan iklan Kampanye untuk waktu tertentu; atau
f. pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran atau pencabutan izin penerbitan media massa cetak.
Lalu adakah sanksi badan (pidana) bagi Jurnalis, jika melanggar Undang-Undang ITE dan sistim hukum lainnya yang berlaku positif (ius konstitum) ?
Beberapa diantaranya perilaku dan buah karya Jurnalis yang dapat dipidana, adalah merekam sebuah peristiwa sesuai Pasal 32 ayat (2) Jo. Pasal 27, Jo. 45 Undang-Undang ITE. Walau tentu penerapan hukumnya kasuistis, atau tidak saklek, Karena merekam terjadinya peristiwa tindak pidana tentu saja dibolehkan, karena hal ini justru sebagai perintah dalam sistim KUHAP (Undang-Undang RI Nomor 18 tahun 1981).
Dan juga merujuk Undang-Undang ITE, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik milik orang lain dengan cara apapun, dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp.600 juta. Termasuk dapat dipidana jika terjadi pelanggaran yang terdapat pada pasal 27 ayat 3 di UU ITE yang bunyinya adalah :
“Melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Dan lain-lain sebagainya yang melanggar Hukum Pidana Materil ( KUHP).