Din Syamsuddin: Ramadhan Tak Berarti Berpuasa Amar Makruf Nahyi Mungkar
Din Syamsuddin: Ramadhan Tak Berarti Berpuasa Amar Makruf Nahyi Mungkar
Din Syamsuddin: Ramadhan Tak Berarti Berpuasa Amar Makruf Nahyi Mungkar
Jakarta, 8 Maret 2024
Di bagian awal ceramahnya, Din Syamsuddin menjelaskan makna dan hikmah bulan suci Ramadhan sebagai bulan ibadah dan bulan riyadhah (pelatihan kerohanian). Menurutnya, ibadah-ibadah Ramadhan merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan satu sama lain.
Maka kesemuanya perlu ditunaikan secara menyeluruh, yakni baik puasa di siang hari, mau shalat Tarawih di malam hari, dan amaliah-amaliah Ramadhan lainnya seperti tadarus atau tadabur al-Qur’an, iktikaf, hingga memberi zakat fitrah ataupun zakat mal.
Kesemuanya, lanjut mantan Ketua Umum MUI itu, berfungsi ganda yakni penyucian diri (tazkiyatun nafsi), dan penguatan diri (taqwiyatun nafsi). “Jika dikerjakan dengan sesungguhnya maka seorang hamba akan tampil dengan fitrah kemanusiaan sejati,” kata dia.
Di akhir ceramahnya, Din Syamsuddin, memesankan jamaah Muhammadiyah dan umat Islam untuk tidak terjebak pada pertentangan apalagi permusuhan akibat berbeda pilihan politik pada Pemilu dan Pilpres 2024 yang lalu.
“Janganlah karena berbeda partai politik atau paslon presiden dan wakil presiden kita merusak silaturahmi dan ukhuwah Islamiah,” tegasnya, dalam keterangan tertulis yang sebagaimana dikutip dari pwmu
Namun demikian, kata Guru Besar Politik Islam FISIP UIN Jakarta ini, kecurangan yang terjadi pada Pemilu dan Pilpres 2024 jangan juga diabaikan. “Kita tidak boleh menutup mata atas kecurangan demi kecurangan pada pemiludan pilpres lalu. Kecurangan itu merupakan kejahatan terhadap rakyat dan meruntuhkan kedaulatan rakyat,” kata Din.
Untuk itu, umat Islam, khususnya warga Muhammadiyah, harus melakukan koreksi sebagai bagian dari amar makruf nahi mungkar. Jika tidak, maka kejahatan itu akan berkelanjutan dan pada ujungnya akan meruntuhkan negara bangsa.
Secara teologis, kata mantan Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini, jika manusia enggan beramar makruf bernahyi mungkar, maka alam yang akan melakukannya. “Janganlah karena hubbud dunya wakarahiyyatul maut (cinta dunia dan takut mati) lidah kita kelu dan kaki kita kaku untuk menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran,” kata Din Syamsuddin.