Republik Indonesia Bukan Rechtstaat Replika Negeri Tak Bertuan Sontoloyo Recht
Republik Indonesia Bukan Rechtstaat Replika Negeri Tak Bertuan Sontoloyo Recht
Republik Indonesia Bukan Rechtstaat Replika Negeri Tak Bertuan Sontoloyo Recht
Oleh : Damai Hari Lubis ( Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212 )
Jakarta, 20 Februari 2024
Ketua KPU RI Sudah ” terbukti mengaku secara publish telah lalai terhadap tugas pokok dan fungsi KPU. dalam penghitungan jutaan jumlah suara “.
Maka secara publish, Hasyim Ashari yang sebelum memangku jabatannya, telah bersumpah dan berjanji, akan melaksanakan amanah tupoksi-tupoksinya dengan sebenar-benarnya dan seadil-adilnya Namun ternyata fakta hukum ( data empirik ) Hasyim telah melalaikan tugas dan fungsi pokoknya.
Adapun implikasi atau dampak hukum daripada perilaku dan perbuatan Hasyim dan para peserta pelaku lalai, wajib sementara segera diberhentikan dari jabatannya selaku Ketua KPU. Dan anggota KPU.
Dengan alasan hukum, Hasyim Ashari dan rekan kerjanya di KPU dengan segala kualitas dan kapasitas KPU dalam pemilu pilpres, wajib menjalankan ketentuan dan seluruh norma norma demi hajat demokrasi pemilu pilpres dan sebagai implementasi hak konstitusi setiap WNI Sesuai sistem hukum untuk bakal memilih presiden pemimpin negara ini, serta dirinya ( Para Anggota KPU ) mendapatkan gaji dari kas negara yang berasal dari uang milik rakyat, namun terbukti mengakui lalai atau melanggar atas sumpah dan janji sesuai amanah dan sistim hukum perundang – undangan yang berlaku ( Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu ).
Selain faktor lalai ( culfa ) yang merugikan hak mutlak konstitusi setiap Warga Negara Indonesia ( WNI) Sebagai pemilik hak dalam waktu 5 ( lima ) tahun sekali dalam pemilu pilpres dan pileg, tentu dalam kapasitas Indonesia sebagai negara hukum ada aturan berikut sanksi hukum ( vide Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2017 ) Tentang Pemilu.
Oleh karenanya sesuai perspektif hukum dan logika hukum, seharusnya aparatur negara memproses hukum Hasyim dan yang terlibat dalam kelalaian, bukan malah justru Hasyim diberikan hak melanjutkan tugas dan kebijakan yang akan berdampak menambah kesalahan dan atau kelalaian hasil kinerja KPU serepublik ini, karena menunda penghitungan suara di Tingkat Kecamatan, logikanya, bagaimana KPU. RI dapat bisa bekerja dalam penghitungan suara nasional, apa dasar hitungan penjumlahan total dari keseluruhan setiap kota/Kabupaten dan propinsi ?
Maka pengawas dan penegak hukum penyelenggaraan pemilu BAWASLU serta penyelenggara publik negara lainnya ( eksekutif dan legislatif ) yang berkompeten seharusnya segera memproses hukum Hasyim, dan sebelum proses hukum terhadap Hasyim Ashari dilangsungkan, semestinya penguasa eksekutif dan atau legislatif yang bertanggung jawab kepada kinerja KPU.RI. segera mengambil kebijakan hukum dan politik, “pemberhentian jabatan fungsional dan struktural Hasyim, termasuk para anggota KPU penyertanya yang turut bertanggung jawab, karena KPU bekerja secara kolektif kolegial”, demi kelancaran dan suksesnya penghitungan suara pemilu Pilpres-Pileg 2024 secara Jurdil.
Oleh sebab fakta dan realitas, bahwa para subjek hukum aparatur pejabat publik ( penyelenggara negara ) yang sudah mengetahui Ketua KPU RI Hasyim Ashari yang secara publish mengakui bahwa, “dirinya bersalah melakukan penyimpangan hukum, akibat kelalaian dalam menjalankan amanah sistim perundang – undangan”, yang menyangkut hak konstitusi dan kewajiban seluruh bangsa ini sesuai sistim hukum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 untuk memberikan suaranya di pemilu pilpres dan pileg 2024 Namun nyatanya, pejabat tertinggi dan tinggi negara, terus melegitimasi hak Ketua KPU yang sudah bersalah karena lalai menjalankan tupoksinya.
Maka logika hukumnya,negara sudah tidak merepresentasikan makna tentang Negara Indonesia adalah Negara Hukum ( rechtstaat ) namun SONTOLOYO STAAT atau negara tanpa hukum, karena hukum terbukti acak-acakan ( overlapping ) dan semau-maunya.
Rechtsstaat adalah sebuah “negara konstitusional” yang membatasi kekuasaan pemerintah dengan hukum. Rechtsstaat merupakan sebuah doktrin hukum Eropa Daratan yang berasal dari sistem hukum Jerman.
Oleh karena fenomena diskursus politik “kekuasaan” yang menunggangi hukum ini, rakyat layak secara hukum bersuara keras dengan kekuatan alas hukum “kedaulatan berada di Tangan Rakyat” karena pada dasarnya hukum yang tertinggi di sebuah negara adalah melindungi bangsanya ( salus populi suprema lex esto ), maka rakyat bahkan sah secara hukum, jika bersuara lantang, akan mencabut mandat kepemimpinan Pemerintah Pusat penyelenggara negara ini, karena terbukti ( de facto ) telah sengaja sesuai fiksi hukum ( presumptio iures de iur ) melakukan pengabaian terhadap seluruh asas-asas hukum good governance yang diperintahkan oleh sistim konsitusi Negara Republik Indonesia.
Bahkan, pandangan dari sisi yuridis formil, seluruh aparatur pejabat publik tertinggi dan tinggi negara telah disfungsi, sehingga diduga kuat, pemerintahan saat ini telah melakukan kesalahan vulgar secara Terstruktur, Sistematis dan masiv. Dengan kata lain, secara perspektif dan logika serta asas hukum, pemerintahan negara ini sudah merubah wujud berupa sistem “Government Crime”, bagai replikasi daripada sebuah bangsa yang “mirip negeri tak bertuan”.