Perilaku Jokowi Mirip Kepala Desa Yang Bagi-Bagi Beras Ke Warga Miskin
Perilaku Jokowi Mirip Kepala Desa Yang Bagi-Bagi Beras Ke Warga Miskin
Perilaku Jokowi Mirip Kepala Desa Yang Bagi-Bagi Beras Ke Warga Miskin
Oleh : Damai Hari Lubis
(Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212)
Jakarta, 2 Febuari 2024
Memalukan, wibawa presiden dihadapan mata anak bangsa dan dimata dunia internasional, karena Jokowi menunjukan betapa bangsa ini di bawah kepemimpinannya jatuh dibawah garis kemiskinan ekstrim, oleh sebab dirinya transparansi memberikan sembako di pinggir jalan raya di depan istana, beberapa hari yang lalu.
Maka dapat dibenarkan serta dimaklumi komentar Jusuf Kalla yang menyatakan ;
” Bukan Ranah Presiden, bagi-bagi bansos didepan istana . Kalau bagi sembako itu pekerjaan camat “.
Jusuf Kalla, juga mencontohkan dirinya waktu menjabat wakil presiden ;
“Lewat kantor pos itu sudah cukup. ‘ Lagian yang lewat di depan istana ‘ adalah yang bermobil dan bermotor. Masa dikasih beras ”.
*Namun menurut pengamat, justru metode membagi – bagi bansos asal bantuan pemerintahan pusat, dalam bentuk beras, cocoknya dilakukan seorang kepala desa, di halaman kantor desa saat musim paceklik dan kemarau panjang, bukan oleh Camat di depan kantor Camat.*
Dibalik apa pun kepentingannya, bahwa perilaku Jokowi amat kentara tendensius, dalam rangka cawe – cawe demi mendukung pasangan Capres Nomor 01 yang nota bene ” pembantu setianya ” di Kabinet, selain pasangannya adalah Gibran Rakabumi Raka Bin Joko Widodo alias putra kandungnya.
Terlebih dukungannya, capres Prabowo, sepertinya sedang panik menghadapi pemilu pilpres 2024, untuk yang ke – empat kalinya dia ikuti, wajar Prabowo traumatik, mengingat dua kekalahan saat capres sebelumnya serta satu kali kalah cawapres. Terlebih saat ini, publik banyak yang menyerang dirinya dengan meng- ekspose keterlibatannya selaku penjahat HAM. dalam kasus penculikan aktivis tahun 1997 – 1998 yang memang hingga kini para korbannya sebanyak 13 orang, tidak diketahui dimana jasad dan makamnya.
Maka apakah Prabowo akan menjadi bakal capres abadi sebagai closing diusia senjanya ?
Oleh karenanya amat disayangkan, jika benar perilaku presiden membagi bagikan sembako didepan istana adalah fakta ? Dan realitas, sebagai tanda bangsa ini dalam keadaan melarat. Kenapa Jokowi tidak segera mengundur diri. Atau sengaja tetap bertahan, menunggu proses dilengserkan oleh kekuatan suara Tuhan ?
Selebihnya secara moralitas dan dari sisi hukum, segala pola tingkah laku yang ditampakkan Jokowi menghadapi pilpres 2024. Didapati Indikasi KPU memang sengaja membiarkan Jokowi turun langsung cawe – cawe, tanpa diketahui publik apa dasar hukum Jokowi, apakah sudah mengantungi cuti dan tanpa menggunakan fasilitas negara baik anggaran negara maupun memanfaatkan istana, serta tidak menggunakan fasiltas mobilitas dalam setiap kampanyenya ? Dengan tidak pernah mempergunakan kendaraan mobil, pesawat dan lain lain milik negara ?
Akhirnya atas segala attitude yang Jokowi banyak menampilkan diskursus politik di tanah air, disertai gejala – gejala perkembangan politik yang aneh, akhirnya melahirkan asumsi publik secara umum, utamanya perspektif masyarakat hukum, bahwa, ” KPU dan Jokowi melakukan konspirasi kejahatan/ pelanggaran sistim hukum pemilu dan pelanggaran beberapa undang – undang lainya “, paling tidak patut diduga melanggar UU. RI.No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu dan UU. RI. No. 28 Tahun 1999, Tentang Penyelenggara Negara yang Bebas dari KKN Jo. UU. Jo. UU.RI. No 20 Tahun 2001. Tentang Pemberantasan TIPIKOR.
Hal asumsi publik ini tidak keliru, karena begitu banyaknya fenomena pelanggaran kasus kecurangan dengan gejala – gejala kejahatan pemilu yang ada, dan bahkan beberapa eksistensi kecurangan pemilu, diakui sendiri keberadaannya oleh KPU.
Maka patut disimpulkan KPU Sebagai penyelenggara Pemilu 2024 jauh dari berlaku Jurdil. Melainkan penuh kecurangan, atau kontradiktif dengan tugas pokok dan fungsi yang KPU emban.