Kasus Pembantaian 6 Syuhada Pengawal Habib Rizieq Shihab Jadi Bahan Debat 2 Capres, Ini Respon Aziz Yanuar
Kasus Pembantaian 6 Syuhada Pengawal Habib Rizieq Shihab Jadi Bahan Debat 2 Capres, Ini Respon Aziz Yanuar
Kasus Pembantaian 6 Syuhada Pengawal Habib Rizieq Shihab Jadi Bahan Debat 2 Capres, Ini Respon Aziz Yanuar
Jakarta, 13 Desember 2023
Debat Calon Presiden perdana yang digelar pada 12 Desember 2023 di Gedung KPU, dengan tema Pemerintahan, Hukum, HAM, Pemberantasan Korupsi, Penguatan Demokrasi, Peningkatan Layanan Publik dan Kerukunan Warga. Selain menghadirkan 3 orang capres yang disertai oleh cawapres serta para pendukung masing-masing capres dan cawapres pemilu 2024.
Pada debat yang ditayangkan secara langsung melalui hampir semua stasiun televisi serta beberapa channel youtube tersebut, Capres nomor urut 1 Anies Baswedan mengangkat kasus pelanggaran HAM yang tidak diusut tuntas salah satunya yakni pembantaian 6 Syuhada pengawal Habib Rizieq Shihab di Km 50 Jalan Tol Jakarta Cikampek yang terjadi pada tanggal 7 Desember 2020.
Anies mengatakan, Ada dua peristiwa yang menarik perhatian dan perlu dibahas, yaitu Kanjuruhan dan KM 50. Proses hukum telah berjalan, namun rasa keadilan belum muncul dan masih menyisakan banyak pertanyaan, keluarga korban masih mempertanyakan.
Anies bertanya keadilan proses hukum kasus KM 50 dan Tragedi Kanjuruhan. Ganjar Pranowo menjawab, dirinya tidak pernah abu-abu soal ini.
Pada saat ini kita menyaksikan masih banyak pertanyaan, bahkan keluarga-keluarga korban masih mempertanyakan. Karena itu saya ingin bertanya kepada Pak Ganjar, saya posisinya ini harus dituntaskan. Ini harus bisa menghadirkan rasa keadilan. Bukan saja soal legalnya yang sudah diselesaikan. Saya ingin tanya posisi Pak Ganjar di dalam dua peristiwa ini, tanya mantan Gubenur DKI Jakarta tersebut.
Kanjuruhan, kita bisa bertemu dengan para pencari fakta. Kita bisa melindungi korban, kita bisa membereskan urusan mereka dari sisi keadilan korban. Termasuk di kasus KM 50, jawab Ganjar yang merupakan Gubenur Jawa tengah.
Ganjar melanjutkan,Ketika kita bisa bereskan semuanya, maka kita akan naik dalam satu tahap. Apakah kemudian proses legal dan kemudian mencari keputusan yang adil bisa dilakukan? Jawaban saya bisa!.
Jadi dalam pemerintahan ini, kata Ganjar, mesti berani untuk tidak lagi menyandera persoalan-persoalan masa lalu sehingga berlarut-larut. “Sehingga apa yang terjadi? Ketika muncul terus-menerus akan menjadi sensi. Sensi terus karena tidak pernah ada keputusan,terangnya.
cara-cara ini mesti dihentikan dan berani tegas. “Kadang kita juga mesti berpikir dalam situasi yang lebih besar. Mari kita ciptakan kembali Undang-Undang KKR. Mari kita hadirkan kembali Undang-Undang KKR agar seluruh persoalan-persoalan pelanggaran HAM itu bisa kita bereskan dengan cara itu, ungkap Capres nomor urut 3 tersebut.
cara-cara ini mesti dihentikan dan berani tegas. Kadang kita juga mesti berpikir dalam situasi yang lebih besar. Mari kita ciptakan kembali Undang-Undang KKR. Mari kita hadirkan kembali Undang-Undang KKR agar seluruh persoalan-persoalan pelanggaran HAM itu bisa kita bereskan dengan cara itu,pungkasnya.
Dia meyakini, bangsa ini akan maju dan tidak lagi berpikir mundur karena persoalan-persoalan yang tidak pernah dituntaskan itu. ”Kita harus tuntaskan itu,tambah dia.
Setelah mendengar jawaban Ganjar, Anies menanggapi, Jawabannya kurang komprehensif karena masalahnya lebih kompleks dari itu Pak Ganjar, kata Anies.
Untuk seperti ini, minimal saya melihat harus mengerjakan minimal empat hal,ujar Anies.
Satu, memastikan proses hukum menghasilkan keadilan. Kedua, ungkap seluruh fakta sehingga kebenaran menjadi pengetahuan semua. Termasuk closure bagi keluarga, jelasnya.
Dirinya melanjutkan, Ketiga, korban harus ada kompensasi. Clear. Keempat, negara harus memberikan jaminan bahwa peristiwa-peristiwa seperti ini tidak boleh berulang kembali.
Empat ini harus dikerjakan! Saya kemudian melihat, untuk itu bisa dikerjakan, maka kita tidak bisa abu-abu seperti yang tadi disampaikan,ujar Anies.
Saya melihat kalau 4 hal itu dilakukan, berarti yang pertama, mungkin kita harus melakukan investigasi ulang. Melakukan review. Kita harus menyelamatkan institusi. Memastikan bahwa institusi itu selamat. Saya ingin tahu apakah Pak Ganjar sependapat dengan pandangan saya? tanyanya lagi.
Menanggapi itu, Ganjar merespon dengan mengatakan,Soal komprehensif atau tidak komprehensif terkait dengan itu, itu selera dan subjektif.
Dari empat hal tadi itu, menurut Ganjar, hampir semua sudah pihaknya lakukan. Perlindungan korban dilakukan. Saya sampaikan mencari fakta sudah pernah ada,ungkapnya.
Begitu pula dengan tidak boleh terjadi lagi. Itu kita kerjakan semuanya. Saya orang yang tidak pernah abu-abu. Hitam putih. Satu set! ujarnya seraya menunjuk kemeja yang dia kenakan
Debat Anies dan Ganjar tersebut mendapatkan tanggapan dari sejumlah tokoh,salahsatunya dari Aziz Yanuar SH yang merupakan Kuasa hukum korban kasus pembunuhan di luar hukum atau extrajudicial killing Km 50.
Kasus KM 50 itu adalah bentuk nyata dari gross violation of human rights (pelanggaran HAM Berat) yang sistematis. Berdasarkan pasal 9 huruf a dan f Undang-Undang nomor 26 Tahun 2000, maka pembunuhan (extra judicial killing) dan penyiksaan (torture) yang dialami oleh 6 orang pengawal Imam Besar Habib Rizieq Shihab ( IB HRS) adalah salah satu bentuk dari Crime Againts Humanity (kejahatan terhadap kemanusiaan). Dan pelakunya adalah aparatur negara yang secara sengaja ditugaskan untuk mengintai dan mentarget HRS beserta pengawalnya,kata Aziz kepada redaksi persuasi.id pada hari ini Rabu (13/12/2023).
Dia menegaskan, Jadi itu ( Peristiwa KM 50 ) bukan peristiwa tembak menembak seperti yang direkayasa oleh satgas merah putih pimpinan Sambo bersama fadhil imran. Tapi ada kekuasaan diatas mereka yang memang merencanakan pembunuhan tersebut dengan target IB HRS dan pengawalnya.
Makanya orang orang yang memiliki rantai tanggung jawab komando dalam peristiwa km 50 ini, mulai dari pelaku by commission (pelaku aktif) maupun pelaku by ommission (pelaku pasif) harus diseret ke pengadilan ke pengadilan HAM berdasarkan UU 26 Tahun 2000. Karena itu bukan pidana biasa, tegas Aziz Yanuar yang kerap kali menjadi advokat para ulama dan aktivis tersebut.