“Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kumpulan Para Penjahat?”
"Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kumpulan Para Penjahat?"
“Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kumpulan Para Penjahat?”
Jakarta, 3 Desember 2023
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Agus Rahardjo menceritakan pengalamannya dimarahi Presiden Joko Widodo atau Jokowi terkait kasus korupsi Mega proyek KTP Elektronik (E-KTP).
Agus mengatakan kala itu saat menjabat Ketua KPK, dirinya sempat dipanggil untuk menghadap Jokowi. Namun yang membuatnya heran ia dipanggil sendiri tanpa empat komisioner KPK lainnya.
“Saya terus terang pada waktu kasus E-KTP saya dipanggil sendirian oleh Presiden. Saya heran biasanya memanggil berlima, ini kok sendirian. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan,” kata Agus dalam program Rosi, Kompas TV, Kamis (30/11/2023) malam.
“Di sana begitu saya masuk, presiden sudah marah. Karena baru saya masuk, beliau sudah teriak ‘Hentikan’,” sambungnya.
Ketua KPK periode 2015-2019 itu mengaku awalnya merasa bingung maksud kata ‘hentikan’ yang diucap Jokowi.
Namun akhirnya ia pun mengerti bahwa maksud dari Jokowi adalah agar dirinya dapat menghentikan kasus E-KTP yang menjerat mantan Ketua DPR RI Setya Novanto (Setnov).
“Saya heran yang dihentikan apanya,” ujarnya
“Setelah saya duduk, ternyata saya baru tahu kalau yang suruh hentikan itu adalah kasus Setnov, ketua DPR pada waktu itu, mempunyai kasus E-KTP,” tegasnya.
Namun, ia pun mengaku tak menuruti perintah Jokowi untuk menghentikan pengusutan kasus tersebut, mengingat Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) telah diterbitkan.
“Saya bicara apa adanya saja bahwa sprindik sudah saya keluarkan 3 minggu yang lalu, saat itu di KPK tidak ada SP3, tidak mungkin saya memberhentikan itu,” jelasnya.
“Karena tugas di KPK seperti itu, makanya tidak saya perhatikan, saya jalan terus,” ucap Agus, sebagaimana dikutip kompas tv
Pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Agus Rahardjo yang cukup menghebohkan tersebut mendapatkan respon yang sejumlah pihak salahsatunya yakni Damai Hari Lubis (Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Kumpulan para penjahat jika tidak menindak lanjuti temuan yang disampaikan Agus Raharjo eks Anggota KPK yang berstatemen di TV Kompas, bahwa Jokowi pernah mencegah dirinya atau KPK menindak lanjuti penyidikan KPK terhadap kasus E KTP Karena ini sebuah temuan yang bisa menyasar dan mengungkap tentang ada atau tidaknya keterlibatan Jokowi terhadap hal kasus yang sama ( E Ktp ) terhadap Puan dan Ganjar mengacu pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, karena merintangi penyidikan atau obstruction of justice terhadap pelaku tersangka korupsi, Yang mana berbunyi: “Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)” , kata Damai Hari Lubis kepada redaksi persuasi.id pada hari ini Ahad (3/12/2023).
Dirinya menuturkan, bukan sekedar fungsi KPK , namun tupoksi Kapolri selaku pimpinan Polri dan atau Jaksa Agung RI selaku pimpinan Para (Jaksa Penuntut Umum (JPU) pun dapat menyikapi temuan ini sesuai ketentuan yang berlaku, karena temuan akibat pengakuan ini adalah penyimpangan hukum dengan cara merintangi penyidikan hukum sesuai Pasal 221 KUHP, dimana pada Pasal 221 ayat (1) KUHP menyatakan :
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
1. Barang siapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan, atau barang siapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian;
2. Barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.
Termasuk serta anggota dan pimpinan DPR RI selaku badan legislatif yang tidak menyikapi temuan hukum pun, adalah disfungsi. Maka ketika mereka lembaga – lembaga negara ini tidak berbuat sesuatu ( disfungsi ) maka rakyat “halal” melakukan tindakan kedaulatan ditangan rakyat dengan pola “Turun Rame – Rame” selain diatur oleh sumber hukum tertinggi negara pada UUD. 1945. Hal vox populi vox dei, suara rakyat suara tuhan, maka hal force mejeur ini perlu direnungkan masak-masak oleh rakyat, tentang kepantasannya untuk digunakan, pungkas Damai.
Selain demi karena hajat kepentingan prioritas general rakyat bangsa maka perlu dijaga, karena keselamatan rakyat adalah prioritas hukum tertinggi atau salus populi suprema ekstra ( lex ) esto, pungkasnya.