“Tragedi MK Merusak Demokrasi”
Jakarta 7 November 2023
Menyatakan hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, melanggar prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas. Hal ini disampaikan oleh Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie pada Selasa (7/11/2023) dikutip dari Youtube Mahkamah Konstitusi. Namun ia (Anwar Usman ) masih berstatus sebagai Hakim MK.
Jimly Asshiddiqie mengatakan, Wakil Ketua MK Saldi Isra harus segera melakukan pemilihan Ketua MK yang baru dalam waktu 2×24 jam sejak diputuskan. Namun Anwar dilarang mencalonkan dan dicalonkan sebagai Ketua MK.
“Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat dan melibatkan dalam putusan perkara perselisihan hasil pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan anggota DPR, DPD dan DPRD serta gubernur, bupati dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan,” tegas Jimly.
Anwar Usman juga terbukti melanggar kode etik lantaran tidak dapat menjaga keterangan atau informasi rahasia dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang bersifat tertutup sehingga melanggar prinsip kepantasan dan kesopanan.
Sebelumnya, 6 hakim diberikan sangsi berupa teguran lisan, putusan dengan nomor 5/MKMK/L/10/20 dalam sidang dipimpin oleh ketua MKMK Jimly Asshiddiqie.
sangsi berupa teguran lisan tersebut diberikan kepada Manahan M P Sitompul,Enny Nurbaningsih,Suhartoyo,Wahiduddin Adams,Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, M Guntur Hamzah.
6 hakim tersebut terbukti tidak dapat menjaga informasi rahasia dalam rapat permusyawaratan hakim yang bersifat tertutup sehingga melanggar prinsip kepantasan.
Sementara itu, Hakim Arief Hidayat terbukti melanggar Karsa Sapta Utama ,prinsip kepantasan dan kesopanan. Diberikan sangsi terguran tertulis.
Hakim terlapor terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, prinsip kepantasan dan kesopanan sepanjang terkait pernyataan di ruang publik yang merendahkan martabat Mahkamah Konstitusi dan menjatuhkan sanksi teguran tertulis, ujar Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie
Dugaan pelanggaran kode etik itu terkait dengan narasi ceramah dalam konferensi hukum nasional di Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dan wawancara dalam tayangan podcast di Medcom.id. Dalam kesimpulan yang dibacakan Jimly, MKMK memandang Arief terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kepantasan dan Kesopanan sepanjang terkait dengan pernyataan di ruang publik yang merendahkan martabat MK.
Sementara itu, atas dissenting opinion-nya terkait putusan MK tentang syarat batas usia minimal capres-cawapres, MKMK menyatakan Arief tak terbukti melanggar etik.
“Memutuskan menyatakan hakim terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sepanjang terkait pendapat berbeda (dissenting opinion),” ujar Jimly membacakan amar Putusan nomor 4/MKMK/L/11/2023 tersebut.
Terkait pelaporan ini, MKMK berpendapat seorang hakim konstitusi diberi ruang membahas dari sudut pandang yang berbeda pada dissenting opinion-nya dalam sebuah putusan. Apabila itu tak terkait pokok perkara, seperti membahas dari perspektif prosedural yang berkaitan dengan hukum acara pun dinilai tak masalah.
“Berdasarkan pada temuan fakta dan hukum, MKMK menilai hakim konstitusi Arief Hidayat tidak dapat dikatakan melanggar kode etik yang disebabkan materi muatan pendapat berbeda (dissenting opinion),” ujar anggota MKMK Bintan R Saragih saat membacakan pertimbangan dalam putusan tersebut.
Meskipun demikian, MKMK menyoroti polah Arief Hidayat saat menjadi pemateri sebuah acara dengan busana hitam yang dinilai mengikis kehormatan kelembagaan. MKMK menyoroti soal pernyataan Arief mengenai wawancara yang menyatakan seluruh hakim MK harus diganti (reshuffle) termasuk dirinya.
Berdasarkan pertimbangan di atas, Arief hidayat terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, prinsip kepantasan, dan kesopanan, kata Bintan membacakan naskah putusan itu.
.