HukumPeristiwaPolitik

Sah MK Tolak Uji Materi Batas Usia Calon Presiden/Wakil Presiden

Sah MK Tolak Uji Materi Batas Usia Calon Presiden/Wakil Presiden

Sah MK Tolak Uji Materi Batas Usia Calon Presiden/Wakil Presiden

 

Jakarta, 16 Oktober 2023

 

MK Tolak Uji Materi Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengucapan putusan Pasal 169 huruf q UU Nomor Tahun 2017 tentang Pemilu terkait batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di ruang sidang pleno, Gedung MK, Jakarta, Senin (16/10/2023). Pasal yang digugat mengatur soal batas usia minimal capres-cawapres, yakni 40 tahun dan tidak mengatur batas usia maksimal capres-cawapres.

Dalam Persidangan itu sejumlah perkara soal usia capres-cawapres akan diputus pada sidang tersebut. Perkara pertama, yaitu, perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) diwakili Giring Ganesha Djumaryo, Dea Tunggaesti, Dedek Prayudi, Anthony Winza Probowo, Danik Eka Rahmaningtyas, dan Mikhail Gorbachev Dom. Para pemohon memilih Michael, Francine Widjojo, dkk sebagai kuasa hukum.

 

Hakim konstitusi Saldi Isra, hakim konstitusi Arief Hidayat, hakim konstitusi Wahiduddin Adams, hakim konstitusi Suhartoyo, hakim konstitusi Manahan M.P Sitompul, hakim konstitusi Enny Nurbaningsih, hakim konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh, dan hakim konstitusi M. Guntur Hamzah.

 

Permohonan ini diterima MK pada 9 Maret 2023. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 35 tahun sebagaimana pernah diatur Pasal 5 huruf o UU Nomor 42 Tahun 2008 dan Pasal 6 huruf q UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

 

“Amar putusan Mengadili, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” demikian disampaikan Ketua MK Anwar Usman”.

Dalam pembacaan putusan Hakim MK Arief Hidayat merunut pembentukan UUD 1945 soal syarat usia capres/cawapres. Dalam runutan itu dimasukkan sebagai ranah kebijakan pembuat UU.

 

Dalam pertimbangan hukumnya, hakim konstitusi Arif Hidayat mengatakan mahkamah menemukan fakta bahwa mayoritas fraksi di MPR yang kala itu mengamandemen UUD 1945 sepakat batas usia calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) tidak diatur dalam konstitusi tapi UU.

Sebuah pasal bisa disebut diskriminatif jika memuat norma yang membuat perlakuan berbeda berdasarkan ras, etnis, agama, status ekonomi, sosial, dan lainnya.

Mahkamah Konstitusi (MK) telah membacakan sejumlah putusan permohonan pengujian materil UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Beberapa perkara antara lain No.29/PUU-XXI/2023, No.51/PUU-XXI/2023, dan No.55/PUU-XXI/2023. Ketiga permohonan itu intinya menguji Pasal 169 huruf (q) UU 7/2017 terhadap UUD RI Tahun 1945.

 

Perkara No.29/PUU-XXI/2023 pada petitumnya meminta MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU7/2017 bertentangan dengan UUD Tahun 1945 (conditionally unconstitutional) dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘berusia paling rendah 35 tahun’.

 

Dalam pertimbangan hukumnya, hakim konstitusi Arif Hidayat mengatakan mahkamah menemukan fakta bahwa mayoritas fraksi di MPR yang kala itu mengamandemen UUD 1945 sepakat batas usia calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) tidak diatur dalam konstitusi tapi UU.

 

“Jadi ini ranah pembentuk UU,” kata Arif membacakan sebagian pertimbangan putusan perkara No.29/PUU-XXI/2023 itu, Senin (16/10/2023).

Mempertimbangkan perkara yang sama, hakim konstitusi Saldi Isra, mengatakan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tak bisa disebut sebagai pasal diskriminatif. Menurut Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas itu menjelaskan sebuah pasal bisa disebut diskriminatif jika memuat norma yang membuat perlakuan berbeda berdasarkan ras, etnis, agama, status ekonomi, sosial, dan lainnya.

“Pengaturan yang berbeda ini tidak bisa serta merta dikatakan diskriminatif,” ujarnya.

Lebih lanjut Saldi mengatakan batas usia Capres dan Cawapres merupakan pilihan kebijakan pembentuk UU yang terbuka kemungkinan untuk disesuaikan dengan dinamika kebutuhan pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Paling penting bagi MK ketentuan ini tidak boleh menimbulkan pelanggaran hak konstitusional terhadap warga negara.

Amar putusan yang dibacakan Ketua MK, Anwar Usman, pada intinya menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Kemudian hakim konstitusi Suhartoyo dan Guntur Hamzah memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion). “Amar putusan, mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” begitu petikan amar putusan yang dibacakan Anwar dalam perkara No.29/PUU-XXI/2023. Amar serupa juga dijatuhkan MK terhadap perkara No.51/PUU-XXI/2023, dan No.55/PUU-XXI/2023.

Namun demikian, terdapat pendapat berbeda oleh Hakim Anggota Suhartoyo dan Hakim Anggota Guntur Hamzah.

Selain PSI, masih ada lima perkara gugatan antara lain perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 yang diajukan Partai Garuda diwakili Ketua Umum Ahmad Ridha Sabana dan Sekjen Yohanna Murtika sebagai pemohon. Lalu, Desmihardi dan M Malik Ibrohim sebagai kuasa hukum.

Permohonan ini diterima MK pada 2 Mei 2023. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button