Majelis Hakim Mahkamah Agung Menolak Kasasi Gus Nur, Damai Hari Lubis : Mencederai Hukum
Majelis Hakim Mahkamah Agung Menolak Kasasi Gus Nur, Damai Hari Lubis : Mencederai Hukum
Majelis Hakim Mahkamah Agung Menolak Kasasi Gus Nur, Damai Hari Lubis : Mencederai Hukum
Jakarta, 27 September 2023
Sebagaimana diberitakan, Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam putusan perkara dengan nomor 4850/K/Pid.Sus/2023, diputus ditolak. Putusan yang menolak kasasi Gus Nur ini diputuskan pada hari ini, Kamis (14/9/2023).
TOLAK PU ( Penuntut Umum ) & Terdakwa ),begitu bunyi amar putusan Majelis Hakim Mahkamah Agung yang diketuai, Dr. H. Eddy Army, SH., MH,
SUHARTO, S.H., M.Hum sebagai Anggota 1 ,lalu Hidayat Manao, SH., MH. Sebagai Anggota 2
Majelis Hakim Mahkamah Agung Menolak Kasasi Gus Nur
Terkait hal tersebut, Damai Hari Lubis ( Sekjen DK) ( Dewan Kehormatan DPP Kongres Advokat Indonesia), menyampaikan pandangannya.
Vonis Gus Nur (GN) dan Bambang Tri Mulyono (BTM) berkekuatan hukum tetap, oleh sebab Kasasi kedua terpidana ditolak oleh Mahkamah Agung RI/MARI, sehingga vonis 4 Tahun penjara Pengadilan Tinggi Semarang dikuatkan, sehingga akibat hukumnya, vonis hukuman terhadap kedua subjek terpidana menjadi inkracht, atau mengikat dan konsekuensinya harus dipenjara selama 4 Tahun dalam kurungan ( Rutan Surakarta ), kata Damai Hari Lubis saat dihubungi redaksi persuasi.id pada hari selasa (26/9/2023).
Adapun awal BTM dan Gus Nur menjadi sosok terpidana, disebabkan adanya diksi dan atau narasi yang dipublis dan terpublis oleh keduanya, terkait , “Jokowi menggunakan ijasah palsu”, namun kategori tuduhan publik terhadap Jokowi selaku pejabat publik, bukan pelanggaran atau kejahatan, melainkan sebuah pernyataan publik yang sah disampaikan secara lisan, dan atau secara tertulis sesuai perintah sistim perundang – undangan yang sifat hukumnya adalah ius konstitum atau hukum positif, yakni hukum yang harus berlaku, bukan sekedar cita – cita hukum atau bukan sekedar hukum yang mudah – mudahan berlaku ( ius konstituendum ). Serta tuduhan BTM dan wawancara melaui podcast oleh Gus Nur, menyangkut tuduhan publik terhadap pejabat publik, memiliki bukti – bukti data empirik, termasuk memiliki bukti – bukti hasil daripada investigasi dari beberapa nara sumber, bahkan telah menjadi buah karya jurnalistik, terlebih BTM memang seorang jurnalis, dirinya telah membuat buku yang berjudul Jokowi Undercover jilid satu dan Jokowi Undercover jilid dua, dan tidak ada larangan peredaran terhadap kedua buku tersebut secara sah oleh sebab hukum, ungkap pria yang biasa disapa DHL tersebut.
Dia melanjutkan, Dan oleh karena sejatinya, BTM dan Gus Nur sedang mematuhi perintah sistim hukum, dengan cara turut serta melaksanakan peran serta masyarakat, kebebasan menyampaikan pendapat, dan faktor keterbukaan tentang informasi publik , serta Pasal 108 KUHAP. Jo.
vonis MK. Nomor 65 Tahun 2010 Terkait Perluasan makna tentang Testimonium de auditu ; Setiap orang yang mengetahui adanya perbuatan tindak pidana, Jo. KUHAP, bahwa Pengadilan Negeri Surakarta cacat mengadili oleh sebab, tidak memenuhi persyaratan menggelar perkara untuk mengadili, karena bertentangan dengan kewenangan atau kompetensi relatif, sehingga akibat hukumnya vonis judeks fakti peradilan tingkat pertama Surakarta, dan Pengadilan Tinggi Semarang, termasuk putusan Judeks juris, tingkat terakhir MARI adalah cacat dan batal demi hukum, karena semestinya BTM dan Gus Nur diadili di wilayah pengadilan Negeri Malang, sesuai tempus dan lokus delikti ( Tindak pidana dilakukan / TKP ) vide Pasal 84 Jo. Pasal 85 KUHAP.
Maka akibat vonis MARI yang menolak memori kasasi Kedua Terpidana, secara logika dan fisik, MARI telah turut serta mencederai hukum itu sendiri serta menyiksa fisik dan melanggar HAM kedua terpidana, karena sesuai teori, selain fungsi hukum itu harus berkeadilan ( gerechtigheid ) juga harus memiliki kepastian ( rechtmatigheid ),pungkas DHL.
Maka eksistensi vonis a quo dari MARI, timbulkan implikasi terhadap psikologis masyarakat, karena praktik penegakan hukum oleh MARI nyata kontradiktif kepada tujuan hukum sesungguhnya, serta berdampak hilangnya kepercayaan masyarakat bangsa ini kepada lembaga peradilan, vonis oleh MARI sebagai pintu gerbang terakhir keadilan, malah membuat masyarakat takut untuk berperan dalam penegakan hukum ( makes people afraid to obey the law ) karena makna dan fungsi hukum ditangan mahkamah berubah fungsi, bukan demi kepastian dan keadilan, malah menjadi teror kepada masyarakat bangsa ini, karena mahkamah sebagai lembaga hukum disfungsi, berubah menjadi sarana intervensi kekuasaan, MARI menjadi alat kepanjangan tangan penguasa, maka vonis MARI dalam vonis a quo in casu, sebagai indikator moral hazard dengan pola sengaja tabrak dan rendahkan fungsi daripada UUD. 1945 dan wibawa negara ini ; “Musnah ideologis daripada filosofis hukum, NKRI adalah berdasarkan hukum ( rechstaat ) bukan berdasarkan kekuasaan belaka ( machstaat ), dan semua orang sama dimata hukum ( equalty before the law )”, papar Damai.
Kesimpulan, berdasarkan fakta hukum, vonis Mahkamah Agung RI yang menolak dan menguatkan vonis banding Pengadilan Tinggi Semarang, justru membuktikan MARI layaknya alat penguasa, faktor bahwa hukum adalah panglima tertinggi menjadi musnah, karena yudikatif yang seharusnya tidak boleh tunduk dan patuh terhadap pelaku kriminal, walau sang ” tertuduh kriminal ” nota bene adalah puncak eksekutif, karena tuduhan penggunaan ijasah palsu ini dilakukan oleh Joko Widodo, Presiden RI. Maka BTM dan Gus Nur mesti diberi konsekuensi sanksi penjara, bukan menerbitkan efek jera kepada para bakal pejabat publik dari tuduhan publik, para bakal pengguna ijasah palsu lainnya, karena MARI tahu dan sadari, atribusi peradilan dan fakta hasil persidangan pada tingkat pertama yudeks fakti, belum pernah melihat eksistensi ijasah asli SD., SMP dan SMA milik Djoko Widodo, tutup dirinya.