BNPT Kontrol Rumah Ibadah (Masjid), Harist Abu Ulya : Ide Konyol & Bias Paradigma
BNPT Kontrol Rumah Ibadah (Masjid), Harist Abu Ulya : Ide Konyol & Bias Paradigma
BNPT Kontrol Rumah Ibadah (Masjid), Harist Abu Ulya : Ide Konyol & Bias Paradigma
Jakarta, 7 September 2023
Sebagaimana diketahui bahwa BNPT mengusulkan agar pemerintah mengontrol semua tempat ibadah di Indonesia agar tempat ibadah tidak menjadi sarang radikalisme. BNPT berkaca dari negara-negara luar.
Ide ini disampaikan Kepala BNPT Rycko Amelza Dahniel dalam rapat dengan Komisi III DPR, Senin (4/9). Dia menanggapi pernyataan anggota DPR Komisi III Fraksi PDIP, Safaruddin.
Terkait hal tersebut, Harits Abu Ulya (Direktur CIIA & Pengamat Terorisme) memberikan tanggapan.
Dirinya mengatakan, tahun 2023 BNPT kembali memantik perdebatan publik, usulan untuk mengontrol rumah ibadah (Masjid) jelas mengusik nalar sehat publik. Akhirnya respon kritis atas gagasan BNPT dan eksistensinya massif datang dari beragam kalangan, data algoritma di dunia maya dominan menolak bahkan muncul usulan BNPT seyogyanya di bubarkan saja.
Tahun sebelumnya ide mapping (pemetaan) Masjid dari BNPT juga memantik kegaduhan, tapi seolah tidak menjadi bahan introspeksi dan evaluasi secara komprehensif bagi BNPT,kata dirinya kepada redaksi persuasi.id pada hari ini kamis (7/9/2023).
Dia mengungkap, Dulu muncul ide mapping / pemetaan masjid, sekarang gagasannya lebih lagi ke arah tindakan praktis kontrol masjid. BNPT secara pasti telah memantik kegaduhan publik dengan ide, wacana atau rencana tersebut.
Umat ini relatif rukun dan adem ayem dalam kehidupan beragamanya. Jika ada sedikit riak-riak itu masih dalam batas yang wajar. Kenapa harus di suguhkan ke mereka ide-ide yang tidak konstruktif??, ujar Harits.
Soal Data masjid yang dijadikan dasar kebijakan perlu di uji kebenarannya, harus ada transparasi tolak ukur penilaiannya seperti apa dan paradigma dasar penilaiannya bagaimana. Bukan hanya berdasarkan asumsi apalagi kecurigaan dengan alasan sebagai bagian langkah preventif kontra radikalisme atau kontra terorisme, ujar Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) tersebut.
Dirinya melanjutkan,hakikatnya urusan keyakinan, pemikiran itu ranah personal dan tidak korelatif dengan status pekerjaan dia apakah ia ASN, pegawai BUMN, dll.
Saat ini Masjid bukan menjadi basis utama bagaimana individu membangun formulasi keyakinan dan gagasan-gagasan elementernya, tegasnya.
Menurutnya,Justru Realita aktualnya dunia maya menjadi zona subur terjadinya interaksi ide, pemikiran atau keyakinan antar personal. Persemaian gagasan-gagasan dari ekstrim kanan sampai ekstrim kiri menggeliat subur. Dari gagasan yang konstruktif sampai yang destruktif terhadap anak bangsa ini tersedia dilapak dunia maya. Masjid tidak lagi relevan menjadi obyek yang di curigai kaitannya dengan proyek kontra terorisme ala BNPT. Seyogyanya di renungkan ulang oleh BNPT agar tidak blunder. Masjid di NKRI 99,9% baik-baik saja. Tidak perlu menjadi obyek proyek kepentingan yang kontraproduktif dan kepentingan yang terkesan sentimental terhadap entitas umat Islam dan fasilitas-fasilitas keagamaannya.
Negara ini bukan fasis atau tiranic, dan tidak boleh di tarik ke arah wajah kekuasaan yang tiran. Menampilkan akrobat gagasan-gagasan yang sekuler ekstrim dengan basisnya adalah sentimen kekuasaan yang alergi kritik publik, alergi kontrol publik. Jadi tidak perlu berlebihan untuk masuk keruang-ruang ibadah umat Islam. Jika ambil contoh negara luar semisal Qatar, Malaysia dll…tolong jangan comot satu aspek saja sesuai dengan kepentingan untuk melegitimasi gagasan konyol BNPT. Tapi Banyak faktor dan variabel lain di abaikan yang menjadikan negara luar jadi basis komparasi menjadi tidak relevan,papar dia.
Kalau tetap bersikukuh dengan realisasi pengawasan masjid, sebaiknya diintensifkan juga sekalian; Toilet-toilet umum juga di awasi; jangan sampai ada teroris atau orang radikal memanfaatkan toilet. Warung-warung kopi juga di awasi, jangan sampai teroris dan kaum radikalis nongkrong ngopi dan menebar gagasan teror kepada pengunjung Atau semua fasilitas publik termasuk pasar-pasar atau mall, siapa tau fasilitas tersebut dipakai rapat kelompok radikal teroris. BNPT jangan setengah hati kalau mau memata-matai secara ketat kepada semua entitas umat Islam, sindir harist.
Wacana BNPT ini sangat kontra produktif bahkan bisa dibilang konyol. Dan publik secara kritis mulai bertanya; sampai kapan BNPT ini harus ada? Dan APBN setiap tahun untuk BNPT makin naik bagaimana akuntabilitasnya?? Dan “goal setting” yang di target BNPT untuk Indonesia itu apa? Kenapa entitas umat Islam menjadi obyek prioritas dari proyek-proyek BNPT?? Perlu kejujuran dan transparasi semua aspeknya. Publik sudah kenyang dengan narasi-narasi soal radikal radikul. Rakyat Indonesia butuh makmur kehidupan ekonominya, naik indeks SDM nya, terdidik, keamanan ketertiban establis, sikon politiknya stabil, keadilan menjadi milik semua WNI. Maka jika energi dimaksimalkan terwujudnya point-point diatas maka otomatis menjadi strategi paling efektif untuk mereduksi gejala-gejala ekstrimisme pemikiran yang di anggap menyimpang oleh rezim, tutup Pengamat Terorisme itu..