Tidak Logis Korupsi Keuangan Milik Negara Menggunakan Asas Restoratif Justice
Tidak Logis Korupsi Keuangan Milik Negara Menggunakan Asas Restoratif Justice
Tidak Logis Korupsi Keuangan Milik Negara Menggunakan Asas Restoratif Justice
Oleh : Damai Hari Lubis ( Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212 )
Jakarta, 6 Juli 2023
Menpora Bimo Nandito Ariotedjo kembalikan uang 27 Milyar, lalu apakah Jaksa Penuntut Umum ( JPU ) Menutup kasus korupsi yang Ia lakukan ?.
Jawaban secara konstitusi-nya adalah, bahwa, “semua kekayaan alam dan atau harta milik negara secara subtansial adalah milik seluruh rakyat Indonesia ( Milik Bangsa dan Negara ), namun diserahkan mandat dalam bentuk pertanggungjawaban dan pengelolaannya kepada para penyelenggara negara, semata demi kepentingan rakyat bangsa dan negara”.
Maka secara logika hukum,bagaimana bisa adanya unsur perdamaian atau faktor musyawarah,sesuai asas fungsi hukum pidana selain efek jera adalah demi kepastian hukum (rechtmatigheid), dan bagaimana bisa diterima oleh logika manusia dan hukum, untuk mendapatkan jastifikasi hukum dari ratusan juta WNI ?
Untuk itu, pengembalian uang hasil korupsi oleh Menpora Bimo Nandito Ariotedjo (BDN) Kepada negara, terkait aliran dana korupsi BTS ( yang berhubungan dengan diri tersangka Jhonni G Plate ), bukan sebagai faktor hapusnya tuntutan dan atau hukuman kepada diri BNA, namun hanya faktor yang dapat meringankan sanksi hukuman.
Dan tentunya sanksi adminstrasi, tetap mesti ditegakan kepada BDN sebagai pejabat yang pribadinya tidak jujur, BDN. Presiden Jokowi harus memecat BDN selalu Menpora, karena tidak layak, seorang yang mengemban amanah jabatan publik,namun berkhianat,dengan bukti pengembalian uang hasil korupsi oleh dirinya sendiri.
Jika pola pengembalian uang, lalu membuat proses hukum dihentikan atau gugurnya sebuah tuntutan, maka miris sekali negara ini, andai seorang pejabat negara yang mencuri uang negara karena ketahuan, lalu memulangkan uangnya, selesai perkara?,Sebaliknya andai gak ketahuan, akan terus dan menyembunyikan dan menikmati korupsi ?.
Dimana letak fungsi hukum terkait efek jera, dan fungsi keadilan ( gerechtigheit ) serta demi kepastian hukumnya?
Dan terlebih berdasarkan sistim konstitusi hukum didalam UU. RI. No. 31 Tahun 1999 Jo. UU. RI. No. 20 Tahun 2021 Tentang Tindak Pidana Korupsi, pastinya tidak ada terdapat asas restorative justice.
Sehingga dari sisi perspektif dan logika hukumnya, justru dengan adanya bukti serah terima pengembalian uang, merupakan sebuah alat bukti ( BB ) kuat untuk Jaksa Penuntut Umum (JPU) bahwa si tertuduh dapat segera dikenakan status hukum sebagai seorang atau salah seorang tersangka Karena telah memenuhi 2 ( dua ) unsur alat bukti yang cukup, yakni barang bukti dan 2 orang saksi daripada pelaku lainnya. Seorang diantaranya TSK. Jhonni G. Plate.
Dan faktor pengembalian uang hasil korupsi ini, hanya memiliki sifat yang dapat menjadikan si Pelaku mendapat keringanan vonis dari Majelis Hakim kelak setelah tersangka BNA berstatus menjadi seorang atau salah satu terdakwa.
Publik dapat memberi warning, agar para aparatur kejaksaan selaku penyidik dan atau para JPU. Dalam perkara ini harus jeli, tidak diskriminatif atau tidak mini pengetahuan hukumnya atau pura – pura tidak mengerti karena ada faktor pesanan dalam bentuk intervensi hukum?.
Lalu seandainya, JPU. menghentikan proses penuntutan diri kepada Menpora BNA Alias Dito Ariotedjo, selayaknya KPK RI. “tanpa publik mesti berisik”, segera periksa para oknum Kejaksaan selaku penyidik, termasuk Para Jaksa yang ditunjuk sebagai JPU. Dalam perkara a quo in casu, karena ada faktor diskriminatif hukum serta penyelewengan tentang asas – asas hukum pidana terhadap pelaku BDN. oleh sebab ada pengembalian uang hasil korupsi.