Daerah

“Petrochina 9 Tahun Pakai Kawasan Hutan Di Jambi Tanpa Ijin, Kok Bisa?”

"Petrochina 9 Tahun Pakai Kawasan Hutan Di Jambi Tanpa Ijin, Kok Bisa?"

“Petrochina 9 Tahun Pakai Kawasan Hutan Di Jambi Tanpa Ijin, Kok Bisa?”

 

Jakarta, 7 Juli 2023

 

Perusahaan asal Cina masuk daftar 10 penghasil minyak dan kondensat terbesar di Indonesia. Blok Jabung membentang di wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur.

 

Perusahaan tersebut
telah mengelola wilayah kerja ini sejak 2002 dengan produksi harian relatif stabil sebesar 50.000 barel setara minyak per hari (BOEPD) sejak 2006.

Segera setelah mendapatkan kontrak baru, PetroChina mengumumkan pembangunan “pilar-pilar energi” untuk mendukung target pemerintah memproduksi minyak 1 juta barel per hari (BOPD) dan gas 12 juta SCFD (standard kaki kubik per hari) pada 2030.

Belum lama ini, PetroChina International Jabung Ltd mendapat perpanjangan kontrak pengelolaan Blok Jabung untuk 20 tahun ke depan hingga 2043.

 

Tetapi, di balik target dan ambisi tersebut terselip sejumlah masalah pada masa-masa kontrak sebelumnya yang seharusnya menjadi pertimbangan perpanjangan kontrak 20 tahun depan. Salah satunya terkait penggunaan kawasan hutan tanpa izin.

menelisik data awal kasus ini dari dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) yang dirilis pada April 2022 lalu.

 

Audit dilakukan pada 20 September sampai 23 Desember 2021 di Jakarta dan Jambi. Laporan hasil pemeriksaan atas PetroChina Jabung digabung dengan laporan pemeriksaan SKK Migas dan dua kontraktor migas lainnya.

Sebagaimana mengutip dari Metrojambi.com , Laporan setebal 48 halaman itu antara lain mengungkap empat temuan terkait PetroChina Jabung.

Salah satunya adalah penggunaan kawasan hutan di sejumlah lokasi tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK).

Berdasarkan data lokasi fasilitas dan sumur pada 2021, di Tanjung Jabung Timur terdapat 11 fasilitas dan 163 sumur yang dikelola PetroChina. Sedangkan di Tanjung Jabung Barat sebanyak 11 fasilitas dan 234 sumur.

Sebagian tanah fasilitas dan sumur tersebut berada dalam kawasan hutan dan area penggunaan lain (APL). Berdasarkan pemeriksaan uji petik (sistem sampling, bukan keseluruhan, red) sumur-sumur dalam kawasan hutan yang tanpa izin itu antara lain sumur Ripah 13 dan Ripah 15.

Tim audit melakukan pemeriksaan fisik pada awal Desember 2021 untuk mengambil titik kordinat pada area yang masuk kawasan hutan.
Auditor BPK melakukan presisi data lokasi melalui citra satelit di aplikasi Google Earth terhadap Sumur Ripah 13. Diketahui, lokasi sumur dan sebagian area sumur tersebut berada di dalam kawasan hutan produksi. Sumur Ripah 15 berada di APL, tetapi sebagian areanya masuk kawasan hutan produksi.

Setelah melakukan presisi data lokasi, melakukan konfirmasi ke KLHK diketahui bahwa lokasi kordinat pada area Ripah 13 dan Ripah 15 di Tanjung Jabung Timur masuk ke dalam kawasan hutan produksi yang dikelola PetroChina Jabung tanpa IPPKH.

Konfirmasi tersebut diperkuat oleh dokumen izin lokasi sumur dari Bupati Tanjung Jabung Timur. Sumur Ripah 13 mendapat izin lokasi nomor 451 Tahun 2005 untuk area seluas 5,6674 hektare. Termasuk di dalamnya kawasan hutan produksi tetap seluas 3,29664 hektare.

 

Sedangkan sumur Ripah 15 mendapat izin lokasi nomor 113 Tahun 2006 dengan luas 3,1135 hektare, termasuk di dalamnya kawasan hutan produksi tetap seluas 0,3237 hektare.

Menariknya, tim pertanahan PetroChina justru menyebut bahwa jalan dan lokasi sumur Ripah 13 dan Ripah 15 telah didaftarkan sebagai aset tanah milik negara kepada Kementerian Keuangan sejak 2017. Katanya, lahan itu sedang dalam proses sertifikasi.

Kepada auditor BPK, tim pertanahan PetroChina Jabung menunjukkan salah satu dokumen pendukung, yakni Revisi Berita Acara Inventarisasi Tanah Nomor BA-02/93/SJA.2/2017 tanggal 14 November 2017.

Hanya saja, dalam dokumen tersebut tidak terdapat tanda tangan pejabat Kementerian LHK sebagai instansi yang berwenang dalam pemetaan lokasi hutan di seluruh Indonesia.

“Dengan demikian, berita acara tersebut tidak mempertimbangkan wilayah kawasan hutan yang telah atau belum memiliki IPPKH,” tulis auditor BPK pada halaman 30 dalam LHP tersebut.

BPK menegaskan, area sumur Ripah 13 dan Ripah 15 yang berada di kawasan hutan tersebut tidak bisa diterbitkan sertifikat tanahnya selama belum ada pelepasan kawasan hutan oleh Menteri LHK.

Selain itu, aset tanah pada lokasi sumur Ripah 13 dan Ripah 15 belum memiliki sertifikat tanah atas nama Kementerian Keuangan, dan belum dicatat sebagai BMN (barang milik negara) dalam Laporan Keuangan Pemerintah.

Atas penggunaan kawasan hutan tanpa izin tersebut, PetroChina Jabung belum dikenakan sanksi denda administratif tahunan yang berlaku sejak 2021. Untuk dua sumur itu, kawasan hutan produksi yang dipakai seluas 3,62034 hektare.

Merujuk ke peraturan yang berlaku, dalam perhitungan auditor BPK, PetroChina Jabung seharusnya dikenai denda sekurang-kurangnya Rp 1,156 miliar. Angka ini diperoleh dari tarif terendah denda tutupan hutan (DTH) sebesar 20 persen.

Hal lain yang harus dibayar oleh perusahaan asal China ini adalah pendapatan bersih (PB), tarif denda (TD) per tahun per hektar dan denda administratif (D).

 

Auditor BPK mengkonfirmasi KLHK terkait pemanfaatan kawasan hutan untuk fasilitas Betara Gas Plant di Tanjung Jabung Barat. Area itu masuk kawasan hutan produksi, tetapi PetroChina Jabung tidak memiliki IPPKH untuk beroperasi di situ.

BPK menemukan riwayat panjang status tanah Betara Gas Plant tersebut. Diketahui, saat pembebasan pada 2003, status tanah lokasi itu adalah area penggunaan lain.

Namun, Dinas Kehutanan Provinsi Jambi melalui surat nomor 522.12B/8924/Dishut/2011 tanggal 5 Oktober 2011 perihal Pinjam Pakai dalam Kawasan Hutan memastikan tanah untuk fasilitas Betara Gas Plan adalah kawasan hutan.

Bertolak belakang dengan surat Dinas Kehutanan, PetroChina Jabung melalui surat nomor 0939/PCJL/2011 tanggal 25 Oktober 2011 menyatakan kepada BP Migas Perwakilan Sumbagsel telah membayar ganti rugi kepemilikan tanah tersebut kepada masyarakat.

Setahun kemudian, Menteri Kehutanan mengeluarkan surat nomor SK.727/Menhut II/2012 tanggal 10 Desember 2012, tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan menjadi Bukan Kawasan Hutan seluas 13,712 Hektar dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan seluas 20,529 Hektar di Provinsi Jambi.

Dalam surat tersebut ditegaskan pula bahwa area Betara Gas Plant masuk kawasan hutan.

Kemudian terbit SK Menteri Kehutanan nomor SK.863/Menhut-II/2014 tanggal 29 September 2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Jambi. Di antaranya menjelaskan bahwa area Betara Gas Plant tetap sebagai kawasan hutan.

Atas status itu, PetroChina Jabung kemudian mengirim surat nomor 0137C/PCJL/2016 tanggal 31 Maret 2016 kepada SKK Migas perihal IPPKH 37,50 hektare untuk sebagian lahan Betara Gas Plant.

SKK Migas menindaklanjutinya dengan menyampaikan surat No. 0032/SKKMI0000/2020/S0 tanggal 3 Maret 2020 kepada Menteri Keuangan, memohon dikeluarkannya tanah tersebut dari kawasan hutan.

Sejak fasilitas Betara Gas Plant ditetapkan berada dalam kawasan hutan pada 2012 tanpa IPPKH hingga 2021, negara tidak mendapatkan PNBP atas pemakaian kawasan hutan seluas 49,20 hektare.

Itu artinya, sudah sembilan tahun PetroChina Jabung memakai kawasan hutan tanpa membayar PNBP. Tarif PNBP per hektar per tahun adalah Rp 1.600.000. Maka total yang harus dibayar PetroChina Jabung selama sembilan tahun adalah Rp 708.480.000.

Ketentuan soal PNBP diatur dalam PP Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan.

 

Kasus Sumur Tiung Utara: Kadang Pakai IPPKH, Kadang Tidak

PetroChina Jabung mengebor dua sumur eksplorasi pada 2014 dan 2015, yaitu Tiung Utara 1 dan Tiung Utara 2. Kedua sumur tersebut berada dalam kawasan hutan lindung yang oleh PetroChina Jabung dimintakan IPPKH.

Izin pertama dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan melalui SK.310/Menhut-II/2012 tanggal 15 Juni 2012, dengan jangka waktu dua tahun atau berakhir pada 15 Juni 2014.

Tetapi, izin kedua baru dikeluarkan Dirjen Planologi Kehutanan melalui SK.4740/Menhut VII/PKH/2014 pada 24 Juni 2014.

Ini ini juga berlaku dua tahun. Izin ketiga dikeluarkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal nomor 4/1/IPPKH/A/2017 tanggal 14 Februari 2017 masa berlaku dua tahun sejak 24 Juni 2016 atau berakhir pada 24 Juni 2018.

Izin keempat juga dikeluarkan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal melalui SK.549/1/KLHK/2020 tanggal 30 Desember 2020, juga untuk masa berlaku dua tahun.

Berdasarkan izin-izin tersebut, terdapat jangka waktu dimana PetroChina tidak memiliki IPPKH, yaitu periode 16 Juni 2014 hingga 23 Juni 2014 dan periode 25 Juni 2018 hingga 29 Desember 2020.

Auditor BPK menyebut ini menyalahi ketentuan. Salah satunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku pada Kementerian Kehutanan.

Lalu, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan.

Tiga temuan terkait pemakaian kawasan hutan oleh PetroChina Jabung itu dinilai BPK disebabkan oleh General Manager PetroChina tidak cermat mematuhi ketentuan terkait perizinan penggunaan kawasan hutan.

BPK merekomendasikan Kepala SKK Migas memerintahkan Presiden PetroChina Jabung berkoordinasi dengan KLHK untuk segera menyelesaikan masalah pemakaian kawasan hutan di area kerjanya.

PetroChina juga diminta menyetorkan PNBP denda administratif atas penggunaan kawasan hutan pada sumur Ripah 13 dan Ripah 15 kepada negara minimal Rp 1.156.168.204 dan tidak mengajukan cost recovery atas penyetoran tersebut.

Ketiga, menyetorkan PNBP atas penggunaan kawasan hutan pada fasilitas Betara Gas Plant selama sembilan tahun kepada negara sebesar Rp 708.480.000.

 

Tanggapan PetroChina Jabung

 

Atas temuan BPK itu, yang mengarah kepada potensi lenyapnya penerimaan negara bukan pajak, manajemen PertoChina Jabung menolak memberikan penjelasan kepada publik.

Padahal, akibat pemakaian kawasan hutan tanpa izin di dua sumur Ripah dan Betara Gas Plant negara tak menerima pendapatan Rp 1,864 miliar.

Ini belum termasuk potensi pemasukan pada dua sumur Tiung Utara dan penyalahgunaan penggunaan kawasan hutan lindung. Ada dugaan pelanggaran peraturan dalam ketiga kasus tersebut.

Dua orang staf humas PetroChina pada 26 Mei 2023, yakni Lutfi Rahmawati dan M Iman Mahditama dicoba dikonfirmasi untuk menanggapi hal ini. Namun, hingga berita ini disunting pada 2 Juli 2023, keduanya tidak merespons email tersebut.

 

Staf Humas SKK Migas Sumbagsel, Tania Dwi Adinda pada Selasa, 20 Juni 2023, mengirimkan penjelasan tertulis Pjs Kepala SKK Migas Perwakilan Sumbagsel Bambang Dwi Djanuarto.

Bambang menyampaikan bahwa SKK Migas-PetroChina telah menindaklanjuti hasil audit BPK sesuai Peraturan BPK RI No 2 Tahun 2017 dengan menyampaikan jawaban dan pelaporan kepada pihak BPK RI.

Terhadap pertanyaan lainnya, Bambang menjelaskan bahwa SKK Migas-PetroChina International Jabung Ltd tidak memiliki wewenang untuk menyampaikan hasil tindak lanjut kepada pihak manapun melainkan kepada BPK RI.

Surat Pjs Kepala SKK Migas Sumbagsel tersebut ditembuskan pula kepada VP HR & Relations PetroChina International Jabung Ltd.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button