“AGAMAWAN DAN TNI HARUS MENJADI OPOSISI TERDEPAN”
"AGAMAWAN DAN TNI HARUS MENJADI OPOSISI TERDEPAN"
“AGAMAWAN DAN TNI HARUS MENJADI OPOSISI TERDEPAN”
Oleh : M Rizal Fadillah ( Pemerhati Politik dan Kebangsaan )
Bandung, 22 Juni 2023
TNI dan Agamawan memiliki kesamaan sebagai kekuatan moral untuk menjaga ketenangan rakyat. Meski berbeda fungsi tetapi ada titik temu yaitu pada kewajiban menjadi pengawal etika berbangsa dan bernegara. TNI mengawal dengan senjata, agamawan dengan kitab. Satu kalimat penting dan menarik adalah bagian pidato Jenderal Purn Gatot Nurmatyo, yaitu “Agamawan dan TNI harus bersatu menjadi oposisi terdepan melawan kezaliman”.
Agamawan dan TNI tidak boleh berwatak penjilat pada kekuasaan. Tidak juga netral soal kebenaran dan keadilan. Harus berpihak pada kepentingan negara dan bangsa, berpihak pada penderitaan rakyat yang memang butuh akan perlindungan dan pembelaan. Peran Agamawan dan TNI penting dalam meluruskan dan melawan kezaliman.
Pidato Kebangsaan Jenderal Purn Gatot Nurmantyo itu disampaikan di Al Jazeera Cipinang Cempedak Jakarta 21 Juni 202 di hadapan ratusan bahkan ribuan peserta acara yang bertema “Oke Ganti”.
Sebelum Gatot Nurmantyo menyampaikan Pidato Kebangsaan maka beberapa tokoh menyampaikan orasi kritisnya. Mereka adalah Prof. Dr. Anthony Budiawan, Prof Chusnul Mar’iyah, PhD, Prof Dr Nurhayati Ali Assegaf, Dr. ihsanuddin Noorsy dan Dr. Ubedillah Badrun.
Para tokoh di atas mengkritisi kondisi negeri yang dalam keadaan tidak baik baik saja bahkan parah. Kegagalan pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan sosial yang tinggi. Si kaya foya-foya si miskin semakin sulit bernafas. Beban hidup berat karena harga bahan pokok yang semakin tidak terjangkau, pajak bukan semakin ringan, dan pengangguran di mana-mana.
Sebaliknya korupsi dahsyat, elit dan birokrasi mengeksploitasi, sistem politik semakin oligarki dan menjauhi demokrasi. Demokrasi palsu dibawah bayang-bayang manipulasi, rekayasa dan kecurangan. Pemilu menjadi bahan mainan dengan harga yang berangka-angka. Agama menjadi tertuduh dengan stigmatisasi radikal dan intoleran. Umat beragama khususnya umat Islam ditempatkan pinggiran. Liberalisasi dan sekularisasi.
Gatot Nurmantyo mengingatkan khususnya kepada TNI agar lebih memperkokoh ke manunggalannya dengan rakyat. Sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional dan tentara profesional, maka TNI bukan saja bertugas untuk menjaga kedaulatan negara tetapi juga turut berjuang untuk menegakkan kedaulatan rakyat. Menjaga kemerdekaan rakyat untuk berpendapat, berserikat, berusaha dan jaminan kesamaan di depan hukum.
Mantan Panglima TNI memahami akan kondisi TNI yang kini dalam keadaan “serba salah” antara keterikatan pelaksanaan komando struktural dengan perasaan rakyat Indonesia yang semakin gelisah. Terzalimi oleh perilaku kekuasaan oligarki. Akan tetapi menurutnya, jika penguasa semakin menindas dan mengintimidasi maka hal itu sama saja dengan menggali kuburannya sendiri.
Akan ditumbangkan oleh rakyat yang di back up TNI.
Meskipun Pidato Kebangsaan Gatot Nurmantyo lebih bersifat normatif, namun perasaan peserta atau undangan nampaknya telah memuncak membaca keadaan negeri ini yang semakin karut marut sehingga setelah acara berakhir terdengar gema suara spontanitas : “revolusi…revolusi…revolusi !”