Opini

“Angka dan Tuhan”

"Angka dan Tuhan"

“Angka dan Tuhan”

 

oleh : Maria A. Alcaff ( Pengiat Media Sosial )

 

Jakarta, 20 Juni 2023

 

Angka dan Tuhan? Seolah membedah dua kepastian. Berbicara angka, maka kita akan melandaskan perhitungan secara “pasti”.

Layaknya 2+2 pasti hasilnya 4. 4 dibagi 2, maka pasti juga hasilnya 2.    Berbicara Tuhan dan kepastian, maka akan ada sederet pertanyaan, apakah atau siapakah Tuhan?,Apakah Tuhan ada, memiliki eksistensi, atau hanya salah satu bentuk buah pikiran?, Kepercayaan atau keyakinan?, Maka semua pertanyaan-pertanyaan itu harus dibuktikan dengan sesuatu yang selama ini kita anggap sebagai “kepastian”.

Apa kepastian itu?, Ya menurut pandangan saya kepastian dalam pikiran kita adalah segala sesuatu yang matematis, atau matematika. Sehingga jika semua perhitungan tentang angka itu selalu kembali ke hasil yang sama, maka bisa kita anggap sebuah kepastian. Sedangkan kepastian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perihal (keadaan) pasti; ketentuan; ketetapan, Atau menurut pengertian populer, angka mewakili sebuah ketepatan. Sebut saja jika kita melakukan janji temu dengan seseorang pada jam 8 malam, dan jarak dari tempat kita saat ini ke tempat janji temu menempuh waktu selama 2 jam, maka kita akan berangkat jam 6 sore. Karena menurut pengertian umum, meski dibolak-balik, angka akan selalu menghasilkan sebuah kepastian.

Lalu apa hubungannya Angka dengan Tuhan?,Ada deret angka yang disebut sebagai Angka Tuhan atau Angka Fibonacci. Fibonacci Sequence (Deret angka Fibonacci) adalah deret angka yang diperoleh dengan menjumlahkan dua angka sebelumnya. Artinya, pada angka ke-3 adalah penjumlahan dari angka ke-1 dan angka ke-2.

Contoh pola ini adalah 0, 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, dan seterusnya. Deretan angka yang dikenal dengan sebutan angka Tuhan ini disusun oleh ahli matematika asal Italia bernama Leonardo Fibonacci pada tahun 1175-1245. Kenapa Fibonacci disebut angka Tuhan?, Para ilmuwan zaman dahulu percaya bahwa angka-angka yang termasuk dalam barisan Fibonacci merupakan bukti keberadaan Tuhan.

Hampir semua ciptaan Tuhan, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan dianggap berhubungan dengan angka-angka tersebut. Misalnya jumlah daun bunga atau perbandingan panjang lekuk jari-jari manusia yang merupakan hasil dari pembagian angka-angka pada barisan Fibonacci. (Daniel Kurniawan, “Menggenggam Mutiara dalam Angka”).

Maka dalam tulisan ini penulis akan menggunakan contoh Kabah,bangunan suci atau rumah Allah atau Baitullah di Mekah, Saudi Arabia. Sebagaimana tercatat dalam Al Quran surah Al Maidah ayat 97, “Allah telah menjadikan Kabah, rumah suci itu sebagai pusat manusia.”
Dan karena saat ini adalah musim haji, kita tahu bahwa salah satu rukun haji adalah “thawwaf”, yaitu mengelilingi Kabah.

Apakah ini salah satu pembuktian bahwa Kabah adalah “pusat” manusia?.

Sebelum kita masuk pada bahasan hubungan antara deret angka Fibonacci dan eksistensi Tuhan, yang menarik dari angka-angka tersebut adalah perbandingan antara satu angka ke angka berikutnya. Contoh:
0,1,1,2,3,5,8,13,21,34, maka 21:34 = 0,617647, dibulatkan menjadi 0,618.
Atau 21,34,55,89, maka 55:89 = 0,617977, dibulatkan menjadi 0,618.
Contoh lain bahwa bilangan 1 ditambah bilangan 2, hasilnya adalah bilangan 3 pada tubuh manusia, yaitu tinggi badan kita dari kaki ke pusat ditambah tinggi dari pusat ke kepala, hasilnya adalah tinggi dari kaki ke kepala. Bahkan perbandingan antara panjang wajah berbanding lebar wajah adalah 0,618. Inilah keajaiban Fibonacci.Silakan kita praktekkan masing-masing. Angka inilah yang disebut sebagai “Golden Ratio” atau rasio emas.

Lalu benarkah Kabah pusat manusia? Atau pusat bumi?, Istilah Ka’bah adalah bahasa Al Quran dari kata “ka’bu” yg berarti “mata kaki” atau tempat kaki berputar bergerak untuk melangkah.

Al Quran surah Al Ma’idah ayat 6 menjelaskan istilah itu dengan “Ka’bain” yg berarti ‘dua mata kaki’ dan di surah Al Maidah ayat 95-96 mengandung istilah ‘ka’bah’ yang artinya nyata “mata bumi” atau “sumbu bumi” atau kutub putaran utara bumi.

Dengan segala kedhoifan penulis, penulis menganggap bahwa “mata bumi” yang dimaksud adalah bagaikan titik mata dari suatu area/wilayah/bentangan.

(Titik mata KBBI adalah: (1) titik yang menjadi pusat segenap penglihatan (pd gambar pemandangan);
(2) sesuatu yang menarik perhatian orang banyak; pusat perhatian (minat).
Itu lah sebabnya Kabah menjadi “kiblat” sholat bagi seluruh umat Islam di dunia.

Beberapa fakta unik tentang Kabah sebagai berikut:

1. Bahwa di tengah-tengah antara kutub utara dan kutub selatan ada suatu area yang bernama “Zero Magnetism Area”, artinya apabila seseorang menggunakan kompas di area tersebut, maka jarum kompas itu tidak akan bergerak sama sekali karena daya tarik yang sama besar antara kedua kutub.

2. Planet bumi mengeluarkan sejenis radiasi yang kemudian diketahui sebagai “Medan Magnet”. Penemuan ini sempat mengejutkan National Aeronautics and Dpace Administration (NASA) atau Badan Antariksa Amerika Serikat. Temuan ini sempat dipublikasikan melalui internet, namun setelah 21 hari tayang, website yang mempublikasikan tersebut raib dari dunia maya. Meski begitu, keberadaan radiasi itu tetap diteliti yang akhirnya diketahui bahwa radiasi tersebut berpusat di kota Mekkah, tempat di mana Kabah berada. Dan yang lebih mengejutkan adalah radiasi itu ternyata bersifat “infinite” (tak berujung), terbukti ketika para astronot mengambil foto Planet Mars, radiasi kota Mekkah tersebut masih terlihat. Para peneliti muslim mempercayai bahwa radiasi ini memiliki karakteristik dan menghubungkan antara Kabah di planet bumi dengan Kabah di alam akhirat.

3. Tekanan Gravitasi yang tinggi di area Kabah dan sekitarnya, menyebabkan satelit, frekuensi radio atau pun peralatan teknologi lainnya tidak dapat mengetahui “isi di dalam” Kabah.Tekanan Gravitasi yang tinggi ini juga menyebabkan kadar garam dan aliran tinggi. Hal ini lah yang menjadikan Sholat di Masjidil Haram tidak terasa panas meski tanpa atap di atasnya.

4. Sebagai kiblat sholat umat Islam sedunia, maka Kabah memancarkan “energi positif” dan menjadi pusat gerakan sholat sepanjang waktu, karena waktu sholat mengikuti pergerakan matahari.

5. Konon pembangunan Kabah telah dilakukan sejak Nabi Adam a.s. Ada pula sumber menyebutkan bahwa Kabah telah dibangun sejak 2.000 tahun sebelum Nabi Adam diturunkan ke bumi, dengan proses pembangunan yang memerlukan waktu panjang dari masa ke masa.

Kembali ke Golden Ratio pada angka Fibonacci, rasio emas ini kerap digunakan untuk menghitung antara lain:

– Persesuaian komposisi tubuh manusia (sekilas sudah penulis ulas di atas).
– Cocok dengan proporsi alam.
– Kiblat arsitektur dan seni.
– Merumuskan pusat dunia.

Maka ini akan menguatkan penjelasan-penjelasan di atas.
Jika kita mengukur jarak Kota Makkah ke arah Kutub Utara, diperoleh angka 7631.68 km, sedangkan jika ke arah Kutub Selatan, diperoleh angka 12348.32 km. Apabila kedua angka tersebut kita diperbandingkan, maka 12238.32:7631.68 = 0,618!.

Fakta juga menunjukan bahwa proporsi jarak Timur – Barat Mekah adalah 1,618. Serta proporsi jarak dari Mekah ke garis titik balik matahari dari sisi barat dan perimeter garis lintang dunia pada saat itu juga mengejutkan sama dengan golden ratio yaitu 1,618.

Kesimpulan bahwa sebuah “mata bumi” benar adanya menjadi “titik mata” atau pusat dunia.

Pertanyaannya adalah, mengapa Kabah?, Kita tak kan menemukan jawaban lain selain Al Quran surah Al Maidah ayat 97, “Allah telah menjadikan Kabah, rumah suci itu sebagai pusat manusia”.

Tertulis “Allah telah menjadikan,” maka Kabah yang kita kupas dengan berbagai informasi dan temuan, serta mencocokkan dengan keajaiban angka-angka, adalah “sebuah karya cipta”.

Lalu siapa yang menjadikan “mahakarya cipta” ini? Alam kah? Bukankah bumi atau Mekkah adalah bagian dari alam itu?. Karena sebagai ciptaan manusia, pasti bukan! Bukankah Nabi Adam diturunkan dari Surga ke bumi yang semula terpisah dari Hawa, akhirnya dipertemukan di Padang Arafah, tepatnya di Jabbal Rahmah (Bukit/Tugu Kasih Sayang) yang letaknya antara Mekkah dan Thaif. Maka jelas Kabah lebih dulu ada dari pada Adam dan Hawa.

Penulis mengambil pokok bahasan Kabah bukan semata karena saat ini musim haji, atau karena terdapat begitu banyak informasi tentang hubungan antara angka Fibonacci dengan Kabah. Melainkan karena “rumah suci” itu adalah tempat umat Islam menjadi tamu. Bukan sembarang tamu, tapi tamu yang rindu ingin kembali lagi berkunjung. Sekali kita bertamu, maka “Gravitasi Tinggi” itu bukan lagi soal angka, bukan lagi soal perbandingan jarak, bukan lagi letaknya yang di tengah-tengah dunia, bukan lagi soal pertemuan utara-selatan dan barat-timur. Melainkan “suatu area yang Zero Magnetism” bisa begitu kuat menarik rasa rindu dengan begitu dahsyat.
Memanggil-manggil untuk kembali dan mencucurkan air mata saat kita mengenang pernah berada di tempat itu.

Rasanya faktor alam saja tidak cukup untuk menjelaskan ini semua.
Dan ya, menurut penulis, eksistensi Tuhan tidak perlu penjelasan, melainkan keyakinan.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button