HukumKajian HukumKajian PolitikOpiniPolitik

DIMENSI HUKUM DAN POLITIK KASUS KORUPSI JOHNY G PLATE

DIMENSI HUKUM DAN POLITIK KASUS KORUPSI JOHNY G PLATE

DIMENSI HUKUM DAN POLITIK KASUS KORUPSI JOHNY G PLATE

 

 

Oleh : Ahmad Khozinudin (Sastrawan Politik)

 

Jakarta, 19 Mei 2023

 

Saya ingin mengingatkan kepada Surya Paloh, jangan terlalu menjauhi pikiran atas keyakinan adanya intervensi politik dan kekuasaan yang menjerat kader Anda, Johny G Plate. Soal intervensi politik dan kekuasaan, tak perlu anda menegaskan itu tidak ada, tak perlu pula berpura-pura untuk tidak mempercayainya.

Untuk membaca adanya intervensi politik dan kekuasaan, tak perlu pula menunggu besok atau lusa. Saya bisa menerangkannya sejak saat ini.

Begini,

Status tersangka Johny G Plate, tidak lepas dari posisi NasDem yang mengusung Anies Baswedan dan tak mau hengkang dari lingkaran kekuasaan Jokowi. Ingat! Bukan _an sich_ karena Anda mengusung Anies, tapi juga karena sikap Anda yang tak mau hengkang dari koalisi, tak mau menarik mundur 3 menteri NadDem dari kabinet Jokowi: Siti Nurbaya Abubakar, Syahrul Yasin Limpo dan Johny G Plate.

Anda bisa saja mengusung Anies, tapi Anda juga harus konsisten: hengkang dari kekuasaan. Maka wajar, jika PDIP berulangkali mendesak NasDem untuk menarik mundur ketiga menterinya, menyusul dukungan NasDem kepada Anies.

Andai saja Anda menarik mundur ketiga menteri Anda, atau Anda membatalkan mencapreskan Anies Baswedan, dipastikan kader Anda Johny G Plate aman.

Anda, bisa saja menganggap penetapan tersangka Johny G Plate sebagai tidak adil, tidak bermoral dan tidak profesional. Tapi, mungkin juga perilaku tidak adil, tidak bermoral dan tidak profesional itu juga mengarah kepada NasDem.

NasDem bisa saja dianggap tidak adil, mendukung Anies tapi masih tetap menempatkan menteri di kabinet. Padahal, jelas-jelas Jokowi tak menghendaki Anies.

NasDem tak bermoral, berani berbeda dengan Jokowi tapi tetap mengambil kue menteri yang ada didalam kekuasaan Jokowi.

NasDem juga bisa dianggap tidak profesional, berdiri di dua kaki. Satu kaki menjadi pijakan Anies, satu kaki masih menginduk ke kubu Jokowi dengan jatah tiga menteri.

 

 

 

Begitulah, narasi tidak adil, tidak bermoral dan tidak profesional, bisa menyasar kepada siapapun, dan dapat didalilkan oleh siapapun.

Pertanyaan krusialnya, apakah Johny G Plate tidak terlibat korupsi? Hanya menjadi korban politik?

Mengenai hal ini, saya ingin tegaskan, berdasarkan asas ‘praduga pasti bersalah’ mustahil Johny G Plate tidak terlibat. Corak dan gradasi pasal 2 dan 3 UU Tipikor itu selalu dilakukan secara berkomplot (bukan berjama’ah), tidak mungkin dilakukan secara mandiri dan berdiri sendiri. Kasus suap saja pasti melibatkan pemberi dan penerima suap, apalagi kasus korupsi berdasarkan ketentuan pasal 2 dan 3 UU Tipikor. Pasti banyak yang terlibat, termasuk Johny G Plate.

Baiklah, akan saya kutip lengkap bunyi pasal 2 dan 3 UU Tipikor:

Pasal 2 ayat (1) UU tipikor,

“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.

Kemudian,
Pasal 3 berbunyi

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).”

Kuncinya, ada pada frasa ‘diri sendiri, orang lain dan/atau korporasi’. Frasa ini memastikan bahwa dalam kasus korupsi pasal 2 dan 3 UU Tipikor, pasti dilakukan secara kolektif kolegial, secara berkomplot (maaf, bukan berjama’ah. Kata jama’ah terlalu mulia untuk dinisbatkan pada perilaku korup).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button