“Indonesia Dalam Persimpangan Jalan ?”
Oleh : Helmi Felis (Pengiat Media Sosial
Jakarta, 3 April 2023
Tidak ada yang menyangka bahwa 2014 adalah persimpangan jalan untuk Indonesia. Bangsa besar dengan semangat yang menggebu untuk merengkuh Indonesia sebagai negara maju di 2045.
2014 adalah Pilpres pertama yang mempertemukan Jokowi vs Prabowo. Pada masa itu Jokowi berpasangan dengan Jusuf Kala, sedangkan Prabowo Subianto berpasangan dengan Hatta rajasa.
Jokowi menang, Jokowi yang dipersimpangan jalan akhirnya menentukan kemana arah bangsa ini kedepan. Tidak ada yang tahu bahwa 2014 adalah nasib yang akan menentukan kemana arah bangsa ini kedepan. Tidak ada juga yang tahu bahwa Presiden yang di gambarkan sebagai Presiden sederhana ini akan menghadapi badai Politik kedepannya. Tidak juga ada yang mengira bahwa Jokowi akan melakukan manuver-manuver politik yang bisa saja memecah belah bangsa.
Visi meraih “Indonesia maju 2045” agaknya perlu di revisi. Mimpi besar yang sebelumnya diharapkan oleh seluruh rakyat Indonesia itu akhirnya harus terhenti atau juga dihentikan paksa dan harus di ubah menjadi mimpi “Indonesia kembali bersatu”. Sebuah mimpi yang sebenarnya sudah menjadi capaian Indonesia di masa kepemimpinan Soeharto, dengan gotong royong-nya.
Namun setelah Soeharto mengundurkan diri Indonesia bagai terbelah, meski indeks Demokrasi kita sempat baik.
Namun kini Demokrasi Indonesia makin buruk dan korupsi makin tidak terkendali, Ekonomi masyarakat dibawah juga makin terpuruk, rezim Jokowi di sorot. Terutama saat Rp 349 Triliun terungkap ke publik namun Anggota Komisi III DPR dari PDIP menolak pembentukan panitia khusus (pansus) terkait transaksi mencurigakan berupa tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp 349 triliun. Legislator dari Fraksi PDIP meminta pihak terkait membereskan secara bersama-sama terlebih dahulu.
Mengapa negri ini menjadi begitu rusak? Kapan kerusakan ini bermula?
Kerusakan bermula saat Presiden mengatakan bahwa Ia tidak membaca apa yang telah Ia tandatangani. Padahal ada dalam terminologi hukum yang berbunyi Magna negligentia culpa est, Magna culpa dolus est.
Artinya : “Kelalaian besar adalah sebuah kesalahan, dan Kesalahan besar adalah penipuan”
“I don’t read what I sign” adalah sebuah kelalaian besar, dan kelalaian itu kesalahan. Dalam dunia hukum, yang namanya kesalahan ada hukumannya. Sesuai dengan teori Herbert L Packer : Hukum pidana bersandar pada 3 konsep yakni ; Pelanggaran, Kesalahan, dan Pidana.
Namun kelalaian itu hanyalah dianggap hal lucu, bukanlah kesalahan yang harus diberikan peringatan. Sejak saat itu negri ini menjadi negri yang tidak serius, yang memunculkan lelucon-lelucon selanjutnya seperti “Ekonomi Meroket”, “Loh Ndak Tahu Kok Tanya Saya”, “Saya jawab Dilain Waktu”, “I want to test my minister” dan banyak lagi statement yang sebenarnya tabu diucapkan pemimpin Negara besar seperti Indonesia.
Apakah kita menuju kepada kehancuran? Apakah tidak ada lagi harapan Indonesia menjadi negara maju di 2045. Atau Pemilu 2024 nanti akan munculkan New Hope sesungguhnya?.